Baru beberapa hari nie, saya dapat mata kuliah LEADERSHIP dr dosen cantik yg digemari tmn2 cowok sekelas saya. Awalnya saya berpikir, "ngapain dikasih materi ini lagi? kn semester kmaren uda?" krn emg kuliah tu diulang kmbali oleh departemen yg berbeda d fakultas saya.
Membicarakan tentang kepemimpinan emg ga akan ada habisnya. Entah dibahas di kuliah, mentoring, halaqah, dan yg lagi ngetrend, di training2 kepemimpinan. Apa lagi tujuannya selain mencetak generasi2 terbaik yg diharapkan bs menjadi seorang pemimpin. Pemimpin kn ad banyak, ga cm scr struktural aj, tp bs jg pemimpin keluarga, atau yg plg kecil bs memimpin dirinya sendiri. That's it!
Tapi semisal dlm struktural, klo smw jd pemimpin, sypa yg jadi bawahannya? Klo smw jd manajer, sypa yg jd staff-nya? Atau bahasa kerennya,klo smw jd qiyadah sypa yg jd jundinya?? :)
Nah, klo gt qt bahas dulu...urgensi pemimpin dan staff!
Pemimpin hendaknya tidak hanya menuntut untuk dipahami dan ditaati oleh para anggotanya, ia harus menjadi bagian atau berempati terhadap kondisi yang dialami oleh para anggotanya. Sesekali membuat kebijakan tanpa terlebih dahulu meminta pendapat para staff, terlebih dalam keadaan mendesak adalah suatu hal yang biasa, tetapi apabila terlalu sering maka hal ini mungkin bisa menimbulkan ‘bencana’ yang luar biasa di organisasi tersebut.
Para pemimpin/manajer hendaknya menyadari bahwa staffnya hanyalah manusia biasa yang punya rasa, mereka butuh bimbingan, perhatian, motivasi, serta penghargaan. Jangan melulu menuntut mereka memenuhi kebijakan yang telah dibuat, sesekali bertanyalah dan mintalah kritikan dari mereka atas kebijakan yang telah dibuat tersebut.
Demikian pula halnya para staff/anggota, harus menyadari bahwa pemimpinnya hanyalah manusia biasa yang penuh dengan keterbatasan, dan keterbatasan itu menjadi nilai plus bagi staff yg dapay melengkapi kekurangan pemimpinnya. Pemimpin memiliki beban lebih dibanding sekedar anggota. Karena kelak ia akan mempertanggung jawabkan apa-apa yang dipimpinnya. Termasuk, apa yang dilakukan oleh para anggotanya selama ia memimpin. Jangan melulu menuntut untuk diperhatikan oleh pemimpin, sesekali berinisiatif,lah menginformasikan sesuatu tanpa terlebih dahulu diminta atau beramal tanpa menunggu untuk diinstruksikan. Intinya satu sama lain hendaknya membentuk simbiosis mutualisme yang di dasari oleh satu hal yaitu kesamaan visi.
Namun, kali ini saya akan mengajak Anda untuk megetes apakah Anda model Pemimpin atau Pimpinan. Lohh? Emg beda?? Y jelas donk!
‘Pimpinan’ adalah orang yang diberi jabatan dalam suatu institusi formal (pemerintahan, perusahaan, orpol, ormas) melalui semacam surat keputusan oleh eselon yang lebih tinggi di atasnya. Sedangkan 'pemimpin’ artinya orang yang memimpin; sifatnya lebih umum, bisa dalam institusi formal bisa juga dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pemimpin adalah karakter bawaan, sedangkan pimpinan adalah jabatan yang diberikan. Jadi, klo dikerenin bahasanya Pemimpin itu "Unformal Leader" sedangkan Pimpinan adalah "Formal Leader".
Pemimpin biasanya mempunyai karisma (*sama kyk nama teman saya,:p...just kid,brad!) tertentu dalam pembawannya dan akan kekal karismatiknya sampai dia meninggalkan dunia fana, sedangkan pimpinan belum tentu. Pemimpin akan dikenang sepanjang masa, sedangkan pimpinan mungkin hanya dikenang bawahannya ketika periode dia memimpin. Pemimpin selalu dirindukan, tetapi pimpinan tergantung bagaimana dia memimpin. Memimpin apa yang diamanahkan kepadanya.
Pemimpin adalah Takdir dan anugerah yang telah diberikan oleh sang pencipta di social communicty karena telah dibekali Ilmu yang bermamfaat dan tidak terbatas pada buku-buku dikarang oleh manusia. Tindakan pemimpin adalah sebagai penyeimbang didalam mengambil keputusan dan menentukan prioritas utama sebagai kebijakan untuk kepentingan bersama diatas aturan-aturan yang telah dibuat sebagai by pass.
Seorang pemimpin sejati biasanya memiliki watak kepemimpinan sejak terlahir (given).
Seorang pemimpin itu memiliki watak kepemimpinan (leadership) alami. Dimanapun dia berada dalam suatu kegiatan kelompok, naluri kepemimpinannya selalu jalan. Dia sangat intuitif. Dia selalu berusaha tampil memimpin dan mengerjakan hal-hal yang menurutnya benar. Makanya ada yang mengatakan beda antara pemimpin dan pimpinan itu adalah: pemimpin mengerjakan hal-hal yang benar, sedangkan pimpinan mengerjakan sesuatu dengan benar. "Leaders do right things, managers do things right".
Beberapa sifat menonjol pada diri seorang pemimpin sejati: karismatik, berpendirian teguh, berani mengambil resiko (karena teguh pendirian), berorientasi pada orang banyak (people oriented), mampu mengorganisir dan mengendalikan massa dalam jumlah banyak, piawai berpidato di depan publik, pandai berdiplomasi, visioner, serta memiliki insting peka dalam mengambil keputusan.
Nah,bagaimana dengan pimpinan? Sumber daya apa saja yang dikelola oleh seorang pimpinan? Tergantung karakteristik bisnis di tempat dia bekerja. Kalau di pabrik, sumber daya yang dikelolanya antara lain sumber daya manusia (SDM), sumber daya keuangan, sumber daya kapital (mesin industri), sumber daya bahan baku (bisa sumber daya alam, jika industrinya berbasis sumber daya alam), dan berbagai sumber daya pendukung lainnya. Kalau di instansi jasa seperti asuransi dan perbankan tentunya sumber daya yang dominan adalah SDM, keuangan, dan sumber daya pendukung seperti teknologi informasi (IT).
Apa tugas pimpinan sehari-hari? Sesuai dengan definisi yang saya tawarkan di atas, seorang pimpinan itu mengelola dan memanfaatkan berbagai sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu.
eorang pimpinan dituntut visioner, artinya memiliki pandangan ke depan. Dia harus tahu apa saja kendala yang mungkin terjadi untuk setiap alternatif keputusan yang akan diambilnya. Sedapat mungkin yang namanya kendala itu bisa dihindarkan jauh hari, sehingga tidak sempat mengganggu proses bisnis. Jika seorang pimpinan tidak visioner, tak ubahnya sama saja dengan melakukan pekerjaan klerikal. Disinilah dituntut kemampuan perencanaan (planning) agar proses bisnis yang dijalankannya makin hari makin bertambah baik tingkat kompetensinya.
Pimpinan juga mesti kreatif dan inovatif, penuh dengan ide-ide dan terobosan baru agar suasana kerja di dalam divisinya bergairah – tidak membosankan, sehingga tidak terjadi idle capacity atau ‘pengangguran terselubung’ di jajaran SDM yang berada di bawahnya.
Dunia senantiasa berubah. Orang bijak mengatakan, “Tidak ada yang tidak berubah, kecuali perubahan itu sendiri.” Maka seorang pimpinan yang pro status quo atau yang hanya bermain di zona nyaman (comfort zone) bukanlah tipe pimpinan yang ideal. Tidak akan dinamis organisasi tersebut jika pimpinan tak 'dipersenjatai' dgn hal ini.
Namun apakah yg terjadi pada pimpinan-pimpinan kita disini? masih banyak yg terkungkung dengan kepentingan pribadi dalam menjalankan visi bersama. Dan banyak yg ingin memimpin tapi sebenarnya kapasitasnya jauh dari itu. "Want to be something but do nothing". Akibatnya proses pembangunan berjalan lamban dan malahan banyak yang salah arah (misleading).
Then, ngomongin tentang Kepemimpinan sendiri. How?
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukanya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang senima ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.(*dalam wikipedia Indonesia)
Nah, bagaimana ciri-ciri pemimpin itu?
Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas.[3] Dan memang, apabila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Bagaimana memimpin yang efektif?
Barangkali pandangan pesimistis tentang keahlian-keahlian kepemimpinan ini telah menyebabkan munculnya ratusan buku yang membahas kepemimpinan. Terdapat nasihat tentang siapa yang harus ditiru, apa yang harus diraih (kedamaian jiwa), apa yang harus dipelajari (kegagalan), apa yang harus diperjuangkan (karisma), perlu tidaknya pendelegasian (kadang-kadang), perlu tidaknya berkolaborasi (mungkin), pemimpin-pemimpin rahasia Amerika (wanita), kualitas-kualitas pribadi dari kepemimpinan (integritas), bagaimana meraih kredibilitas (bisa dipercaya), bagaimana menjadi pemimipin yang otentik (temukan pemimpin dalam diri anda), dan sembilan hukum alam kepemimpinan (jangan tanya,lho y?). Terdapat lebih dari 3000 buku yang judulnya mengandung kata pemimipin (leader).Bagaimana menjadi pemimpin yang efektif tidak perlu diulas oleh sebuah buku. Guru manajeman terkenal, Peter Drucker, menjawabnya hanya dengan beberapa kalimat: "pondasi dari kepemimpinan yang efektif adalah berpikir berdasar misi organisasi, mendefinisikannya dan menegakkannya, secara jelas dan nyata.
And then so...Siapakah Anda? Pemimpin atau Pimpinan??
Smoga ulasan diatas dapat meningkatkan pemahaman qt...
Wallahu a'lam bisshawwabb...
Sabtu, 28 Mei 2011
Rabu, 18 Mei 2011
Lagu-Lagu Tashiru...so Nice to Listen!!
Kembali
(*by Tashiru)
Harapan dari setiap insan kesenangan serta ketenangan
Menjalani hidup ini tanpa ada cobaan
Sayang harapan itu tak pasti krn cobaan pasti terjadi
Tuk menguji sabar diri dan ketaqwaan
Akankah kita tetap tegar
Menjalaninya dengan keikhlasan
Ataukah terjerumus ke dalam keputusasaan
Katakanlah kali ini adalah milikNyaa Allah
Yang akan kembali kepadaNya kapan dan dimana saja
Dan berdoalah mohon ampunan dari smua kesalahan
Agar mendapat keridloan dan pertolongan
Dalam ujian…
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tiada Kata Terucap
(*by Tashiru)
Sungguh indahnya akhlakmu begitu mempesona
Cintamu, kasihmu untuk seluruh umatmu
Tiada kata yang terucap satu dalam hatiku
Tuk slalu ikuti langkah perjuanganmu
Tiada pernah lelah memikirkan umat
Ingkarkah atau dalam ibadah
Dapatkah kuteladani luhur budi pekerti
Tegarnya hatimu menegakkan islammu
Tiada kata yang terucap satu dalam doaq
dambaku shalawat slalu atas dirimu
Tiada pernah lelah memikirkan umat
Ingkarkah atau dalam ibadah
Reff :Tuhan kumohon padaMu
Curahan rahmatMu dalam setiap masa usia
Tuhan indahkan akhlakku seperti indahnya
Akhlak kekasihMu yang mulia
Tiada pernah lelah memikirkan umat
Ingkarkah atau dalam ibadah
(*by Tashiru)
Harapan dari setiap insan kesenangan serta ketenangan
Menjalani hidup ini tanpa ada cobaan
Sayang harapan itu tak pasti krn cobaan pasti terjadi
Tuk menguji sabar diri dan ketaqwaan
Akankah kita tetap tegar
Menjalaninya dengan keikhlasan
Ataukah terjerumus ke dalam keputusasaan
Katakanlah kali ini adalah milikNyaa Allah
Yang akan kembali kepadaNya kapan dan dimana saja
Dan berdoalah mohon ampunan dari smua kesalahan
Agar mendapat keridloan dan pertolongan
Dalam ujian…
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tiada Kata Terucap
(*by Tashiru)
Sungguh indahnya akhlakmu begitu mempesona
Cintamu, kasihmu untuk seluruh umatmu
Tiada kata yang terucap satu dalam hatiku
Tuk slalu ikuti langkah perjuanganmu
Tiada pernah lelah memikirkan umat
Ingkarkah atau dalam ibadah
Dapatkah kuteladani luhur budi pekerti
Tegarnya hatimu menegakkan islammu
Tiada kata yang terucap satu dalam doaq
dambaku shalawat slalu atas dirimu
Tiada pernah lelah memikirkan umat
Ingkarkah atau dalam ibadah
Reff :Tuhan kumohon padaMu
Curahan rahmatMu dalam setiap masa usia
Tuhan indahkan akhlakku seperti indahnya
Akhlak kekasihMu yang mulia
Tiada pernah lelah memikirkan umat
Ingkarkah atau dalam ibadah
Rabu, 11 Mei 2011
Evaluasi bagi para pengkader...
Apa artinya seorang kader, yaitu orang yang diharapkan kelak akan menjaga kelangsungan hidup sebuah organisasi? Apa makna diri seorang kader, bagi orang yang mengharapkan? Bukankah kita berharap ia eksis, baik ketika dibutuhkan ataupun tidak. Ia ada karena ia mencintai keberadaannya bersama kita. Itulah kader harapan. Namun, apa makna keberadaannya? Jangan mengelak. Kita bahkan sering tidak mempedulikan dan seolah lupa kalau ia ada dan juga memiliki harapan pada kita.
Kategorisasi Sosial dan Prasangka
Ketika bertemu seseorang, kita tak akan pernah lepas dari menilai orang itu. Ini adalah hukum alam. Ketika kita ”menggodok” seorang kader dengan tugas-tugas, kita tidak akan pernah tidak menilai kinerjanya. Sayang sekali, kebanyakan dari para pengkader hanya melihat dari sisi kinerja untuk menentukan apakah seorang kader layak diharapkan atau tidak. Kita mulai memposisi-posisikan mereka dalam suatu struktur organisasi khayalan; si A akan di sini dan si B akan di situ, dan sebagainya. Kita meyakini dalam hati si A akan terus bertahan karena kaderisasi kita. Namun, ketika kita memiliki perasaan bahwa si B ”kurang” berguna, mungkin yang muncul dalam hati adalah perasaan meremehkan, ”Kalau dia, tidak di sini pun tidak mengapa. Masih ada yang lain.”
Ketika kita sudah menilai dan meyakini penilaian kita, tak lama lagi kita akan mulai mengelompokkan kader-kader. Inilah yang sering menjadi kesalahan utama kita dalam hubungan kita dengan manusia.
Ketika kategorisasi ini merebak, hubungan antarindividu tidak akan harmonis. Kategorisasi ini akhirnya ia akan mempengaruhi sebagian besar perasaan dan perilaku kita sebagai pengkader. Kategorisasi ini dapat muncul dari evaluasi kita terhadap individu, terutama ketika, mungkin secara tidak sadar, kita menekankan adanya kesamaan yang dapat berupa kesamaan fisik (berjilbab atau tidak, berjilbab besar atau tidak, penampilannya lumayan seperti kita atau tidak dan sebagainya), kesamaan budaya (yang satu ini riskan sekali menimbulkan konflik, apakah ia orang yang keras, atau mudah diatur, dia agak kasar, dia pendiam, tempat asal kami sama, dan sebagainya), kesamaan pandangan, pemahaman dan ideologi.
Perbedaan adalah suatu kepastian, seperti dalam firman Allah SWT:
”Hai, manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal-mengenal...” dalam QS Al Hujurat: 13.
Sayang, bagi sebagian orang dari kita, perbedaan ini sulit diterima karena mungkin menyangkut kepentingan tertentu. Padahal, ketika Islam telah di-Ridhai Allah SWT sebagai agama dan ditetapkan pula bahwa setiap muslim adalah bersaudara, setiap perbedaan seharusnya melebur dalam satu substansi bahwa kita bergerak bersama-sama di jalan Allah.
Namun, banyak dari kita yang masih tidak dapat menerima perilaku yang kurang mengenakkan dari seorang kader karena kita tidak berusaha memahami bagaimana budaya yang membentuknya demikian. Mungkin dalam suatu kasus, kita tak dapat menerima perilaku kader yang keras, sok tahu, atau terlalu percaya diri dan berani, yang membuat kita tidak suka padanya. Perasaan tidak suka itu menumbuhkan streotipe pada diri kader. Padahal, yang mungkin penting adalah bagaimana kita pengkader membimbingnya agar dapat beradaptasi dengan budaya mayoritas tanpa membuat dirinya benar-benar kehilangan identitas, bukannya semakin mempermasalahkan masalah remeh soal ketidaknyamanan perilaku sehingga kita melupakan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam tubuh organisasi.
Kebencian menuju Ketidakadilan
Pikiran negatif, seperti yang dikelaskan di atas, akan mempermudah kita berprasangka pada diri kader. Allah SWT memperingatkan kita dalam QS Al Hujurat: 12.
”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangkan itu adalah dosa...”
Prasangka adalah persepsi negatif pada orang lain dan prasangka dapat menimbulkan sikap negatif pada orang itu sebagai wujud ketiadaan toleransi. Allah SWT kembali memperingatkan kita dalam QS Al Maidah: 8.
”... Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa...”
Adil tidak hanya berarti kuantitas yang diberikan sama, tetapi juga kualitas. Ketika dua orang sama-sama salah, jangan sampai pada orang yang kita sukai kita memarahinya ”baik-baik”, tetapi pada orang yang kita tidak suka, kita marah sesuka kita lantaran kebencian kita padanya. Niat ”ucapan tegas” kita bukan lagi untuk mengingatkan dan meluruskan dia, tetapi mungkin untuk membuatnya benar-benar jatuh, malu, meminta maaf, dan tahu diri.
Kader Juga Manusia: Punya Hati dan Harapan
Mahasuci Allah yang Maha Membolak-balikkan Hati. Kader adalah anugrah bagi sebuah organisasi, terutama organisasi yang bergerak demi dakwah di jalan-Nya. Tanpa kader, dakwah akan mati; tetapi dakwah tak akan mati karena para penerus perjuangan akan selalu ada, berapapun banyaknya.
Masalah besar yang dihadapi seluruh organisasi dakwah adalah kita kehabisan kader. Mungkin bukan habis dalam arti jumlah atau kuantitas (setiap lowongan dalam struktur syukur masih dapat terisi) walaupun mungkin ada pula yang memang miskin kader, tetapi habis dalam kualitas. Satu istilah yang akrab di telinga para pengkader tentunya: Seleksi Alam.
Seberapa banyak dari para pengkader yang sadar bahwa kader dakwah adalah manusia pilihan yang diseleksi oleh Allah? Allah-lah yang berhak menyeleksi dan memberi petunjuk pada kawan-kawan baru harapan kita, para kader, yang awalnya datang kepada kita dengan berbagai motivasi yang mungkin kata ”dakwah” tidak pernah ada di kamus hidup mereka. Mereka mungkin datang dengan motivasi ingin mendapatkan pengalaman organisasi, mendapat teman baru, mengembangkan potensi diri dalam berkreasi, bergabung karena ajakan teman, ingin belajar lebih banyak tentang Islam dan sebagainya. Mereka punya harapan, dan pengkader juga punya harapan. Kita sama-sama manusia. Jangan sangka hanya kita yang kecewa pada mereka ketika harapan kita tidak tercapai. Mereka juga punya rasa kecewa pada kita ketika harapan mereka tidak tercapai. Jangan sangka hanya kita yang merasa kader mulai menjauh. Mereka juga punya mata, telinga dan hati untuk merasa bahwa ada sebagian dari kita yang memandang mereka sebelah mata, kehangatan yang tidak sama pada setiap kader, kedekatan yang tidak sama, pemberian kesempatan terlibat yang tidak sama. Itu cukup menjatuhkan harga diri dan kepercayaan diri kader untuk tetap bertahan dalam organisasi.
Apakah mereka akan berteriak menyuarakan frustasi mereka? Kebanyakan tidak. Mungkin mereka akan menangis diam-diam atau kemudian mereka akan mundur teratur tidak mengaktifkan diri lagi dan di masa selanjutnya mereka bilang, ”Aku pergi.” Mereka mungkin belum merasakan indah dan beratnya dakwah yang sebenarnya, mereka sudah merasakan beratnya untuk ada bersama dengan kita.
Ketika kader kita pergi karena begitu banyak sebab, mungkin saat itulah kita menyadari bahwa jumlah pejuang dakwah kita begitu sedikit. Satu per satu terseleksi karena berbagai sebab. Mahasuci Allah yang Maha Membolak-balikkan Hati.
Ketika kader kita pergi, mungkinkah kita cenderung memaklumi, ”Oh, dia memang tidak ingin fokus di sini.” Ketika kita membentuk lagi kepengurusan, mungkin ada yang bilang, ”Si A tidak mau ikut lagi.” Lalu kita hanya bilang, ”Dakwah memang tidak bisa dipaksakan, menjalankannya juga tidak bisa dipaksakan.”
Ketika kader kita pergi, mungkinkah kita menganggap mereka pergi lebih karena alasan situasional? Pernahkah kita memikirkan bahwa alasan mereka pergi adalah kita? Kita takut mengakui bahwa kita berbuat salah pada orang ”di bawah kita”. Seberapa banyak permintaan maaf kita kepada mereka? Apakah hanya di Hari Idul Fitri? Di akhir kepengurusan?
Karena dakwah adalah bermanfaat. Karena dakwah bukan untuk dipaksakan...
>>>wallahu'alam bisshowwabb...
Kategorisasi Sosial dan Prasangka
Ketika bertemu seseorang, kita tak akan pernah lepas dari menilai orang itu. Ini adalah hukum alam. Ketika kita ”menggodok” seorang kader dengan tugas-tugas, kita tidak akan pernah tidak menilai kinerjanya. Sayang sekali, kebanyakan dari para pengkader hanya melihat dari sisi kinerja untuk menentukan apakah seorang kader layak diharapkan atau tidak. Kita mulai memposisi-posisikan mereka dalam suatu struktur organisasi khayalan; si A akan di sini dan si B akan di situ, dan sebagainya. Kita meyakini dalam hati si A akan terus bertahan karena kaderisasi kita. Namun, ketika kita memiliki perasaan bahwa si B ”kurang” berguna, mungkin yang muncul dalam hati adalah perasaan meremehkan, ”Kalau dia, tidak di sini pun tidak mengapa. Masih ada yang lain.”
Ketika kita sudah menilai dan meyakini penilaian kita, tak lama lagi kita akan mulai mengelompokkan kader-kader. Inilah yang sering menjadi kesalahan utama kita dalam hubungan kita dengan manusia.
Ketika kategorisasi ini merebak, hubungan antarindividu tidak akan harmonis. Kategorisasi ini akhirnya ia akan mempengaruhi sebagian besar perasaan dan perilaku kita sebagai pengkader. Kategorisasi ini dapat muncul dari evaluasi kita terhadap individu, terutama ketika, mungkin secara tidak sadar, kita menekankan adanya kesamaan yang dapat berupa kesamaan fisik (berjilbab atau tidak, berjilbab besar atau tidak, penampilannya lumayan seperti kita atau tidak dan sebagainya), kesamaan budaya (yang satu ini riskan sekali menimbulkan konflik, apakah ia orang yang keras, atau mudah diatur, dia agak kasar, dia pendiam, tempat asal kami sama, dan sebagainya), kesamaan pandangan, pemahaman dan ideologi.
Perbedaan adalah suatu kepastian, seperti dalam firman Allah SWT:
”Hai, manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal-mengenal...” dalam QS Al Hujurat: 13.
Sayang, bagi sebagian orang dari kita, perbedaan ini sulit diterima karena mungkin menyangkut kepentingan tertentu. Padahal, ketika Islam telah di-Ridhai Allah SWT sebagai agama dan ditetapkan pula bahwa setiap muslim adalah bersaudara, setiap perbedaan seharusnya melebur dalam satu substansi bahwa kita bergerak bersama-sama di jalan Allah.
Namun, banyak dari kita yang masih tidak dapat menerima perilaku yang kurang mengenakkan dari seorang kader karena kita tidak berusaha memahami bagaimana budaya yang membentuknya demikian. Mungkin dalam suatu kasus, kita tak dapat menerima perilaku kader yang keras, sok tahu, atau terlalu percaya diri dan berani, yang membuat kita tidak suka padanya. Perasaan tidak suka itu menumbuhkan streotipe pada diri kader. Padahal, yang mungkin penting adalah bagaimana kita pengkader membimbingnya agar dapat beradaptasi dengan budaya mayoritas tanpa membuat dirinya benar-benar kehilangan identitas, bukannya semakin mempermasalahkan masalah remeh soal ketidaknyamanan perilaku sehingga kita melupakan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam tubuh organisasi.
Kebencian menuju Ketidakadilan
Pikiran negatif, seperti yang dikelaskan di atas, akan mempermudah kita berprasangka pada diri kader. Allah SWT memperingatkan kita dalam QS Al Hujurat: 12.
”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangkan itu adalah dosa...”
Prasangka adalah persepsi negatif pada orang lain dan prasangka dapat menimbulkan sikap negatif pada orang itu sebagai wujud ketiadaan toleransi. Allah SWT kembali memperingatkan kita dalam QS Al Maidah: 8.
”... Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa...”
Adil tidak hanya berarti kuantitas yang diberikan sama, tetapi juga kualitas. Ketika dua orang sama-sama salah, jangan sampai pada orang yang kita sukai kita memarahinya ”baik-baik”, tetapi pada orang yang kita tidak suka, kita marah sesuka kita lantaran kebencian kita padanya. Niat ”ucapan tegas” kita bukan lagi untuk mengingatkan dan meluruskan dia, tetapi mungkin untuk membuatnya benar-benar jatuh, malu, meminta maaf, dan tahu diri.
Kader Juga Manusia: Punya Hati dan Harapan
Mahasuci Allah yang Maha Membolak-balikkan Hati. Kader adalah anugrah bagi sebuah organisasi, terutama organisasi yang bergerak demi dakwah di jalan-Nya. Tanpa kader, dakwah akan mati; tetapi dakwah tak akan mati karena para penerus perjuangan akan selalu ada, berapapun banyaknya.
Masalah besar yang dihadapi seluruh organisasi dakwah adalah kita kehabisan kader. Mungkin bukan habis dalam arti jumlah atau kuantitas (setiap lowongan dalam struktur syukur masih dapat terisi) walaupun mungkin ada pula yang memang miskin kader, tetapi habis dalam kualitas. Satu istilah yang akrab di telinga para pengkader tentunya: Seleksi Alam.
Seberapa banyak dari para pengkader yang sadar bahwa kader dakwah adalah manusia pilihan yang diseleksi oleh Allah? Allah-lah yang berhak menyeleksi dan memberi petunjuk pada kawan-kawan baru harapan kita, para kader, yang awalnya datang kepada kita dengan berbagai motivasi yang mungkin kata ”dakwah” tidak pernah ada di kamus hidup mereka. Mereka mungkin datang dengan motivasi ingin mendapatkan pengalaman organisasi, mendapat teman baru, mengembangkan potensi diri dalam berkreasi, bergabung karena ajakan teman, ingin belajar lebih banyak tentang Islam dan sebagainya. Mereka punya harapan, dan pengkader juga punya harapan. Kita sama-sama manusia. Jangan sangka hanya kita yang kecewa pada mereka ketika harapan kita tidak tercapai. Mereka juga punya rasa kecewa pada kita ketika harapan mereka tidak tercapai. Jangan sangka hanya kita yang merasa kader mulai menjauh. Mereka juga punya mata, telinga dan hati untuk merasa bahwa ada sebagian dari kita yang memandang mereka sebelah mata, kehangatan yang tidak sama pada setiap kader, kedekatan yang tidak sama, pemberian kesempatan terlibat yang tidak sama. Itu cukup menjatuhkan harga diri dan kepercayaan diri kader untuk tetap bertahan dalam organisasi.
Apakah mereka akan berteriak menyuarakan frustasi mereka? Kebanyakan tidak. Mungkin mereka akan menangis diam-diam atau kemudian mereka akan mundur teratur tidak mengaktifkan diri lagi dan di masa selanjutnya mereka bilang, ”Aku pergi.” Mereka mungkin belum merasakan indah dan beratnya dakwah yang sebenarnya, mereka sudah merasakan beratnya untuk ada bersama dengan kita.
Ketika kader kita pergi karena begitu banyak sebab, mungkin saat itulah kita menyadari bahwa jumlah pejuang dakwah kita begitu sedikit. Satu per satu terseleksi karena berbagai sebab. Mahasuci Allah yang Maha Membolak-balikkan Hati.
Ketika kader kita pergi, mungkinkah kita cenderung memaklumi, ”Oh, dia memang tidak ingin fokus di sini.” Ketika kita membentuk lagi kepengurusan, mungkin ada yang bilang, ”Si A tidak mau ikut lagi.” Lalu kita hanya bilang, ”Dakwah memang tidak bisa dipaksakan, menjalankannya juga tidak bisa dipaksakan.”
Ketika kader kita pergi, mungkinkah kita menganggap mereka pergi lebih karena alasan situasional? Pernahkah kita memikirkan bahwa alasan mereka pergi adalah kita? Kita takut mengakui bahwa kita berbuat salah pada orang ”di bawah kita”. Seberapa banyak permintaan maaf kita kepada mereka? Apakah hanya di Hari Idul Fitri? Di akhir kepengurusan?
Karena dakwah adalah bermanfaat. Karena dakwah bukan untuk dipaksakan...
>>>wallahu'alam bisshowwabb...
Selasa, 10 Mei 2011
Peran Koordinator Akhwat
Apa peran strategis seorang korwat dalam sebuah departemen atau kepanitiaan ? terkadang di kampus kami korwat tampak hanya sebagi “penyampai pesan” saja dari ikhwan ke akhwat.
Menurut saya “akhwat mempunyai kekhasan tersendiri, oleh karena itu perlu peran serta lingkup yang luas dari pengelolaan muslimah”. Statement inilah yang membuat saya menaikkan posisi sektor muslimah yang tahun lalu “hanya” selevel divisi, saat ini menjadi sektor yang langsung dibawah koordinasi saya sebagai ketua LDK. Memang setelah mengamati langsung selama 3 tahun di kampus, muslimah mempunyai keunikan tersendiri dalam lingkup dakwah kampus ini.
Terkait peran fungsi dan posisi seorang koordinator akhwat, saya mewawancarai khusus korwat Departemen Manajemen Sumber Daya Anggota (MSDA) Nuri Trianti dan korwat departemen ekonomi Dina Rachmi untuk melengkapi pandangan saya terhadap pertanyaan ini. Dalam organisasi dakwah kampus, kita mengenal istilah korwat untuk mendampingi seorang kadept dalam sebuah departemen. Saya pun bertanya pada awalnya,”sebenarnya apa sih peran korwat ? apakah hanya sebagai notulen dan mem-forward pesan ke anggota muslimah yang lain?”
“tidak !!”, begitulah jawaban dua korwat tersebut. Peran korwat jauh lebih besar dari itu. Korwat berperan sangat signifikan dalam menjaga keseimbangan departemen dan sebagai penjaga nilai dari sebuah departemen. Terutama dalam kondisi dakwah kampus yang menjaga nilai adab antara muslim dan muslimah. Selain itu muslimah membutuhkan pendekatan khusus dalam berdakwah, sehingga metoda “cuek” dan “terlalu rasional” pria terkadang tidak cocok, dibutuhkan pendekatan “hati ke hati” terhadap kader muslimah, dan itu hanya bisa dilakukan oleh seorang korwat.
Sejauh pemahaman saya dan disempurnakan oleh hasil diskusi dengan dua korwat berpengalaman ini, saya bisa menyimpulkan beberapa hal yang menjadi peran strategis utama yang hanya bisa dilakukan oleh korwat.
Managerial
Peran strategis pertama adalah me-manage atau mengatur dan memimpin para muslimah dalam sebuah departemen atau kepanitiaan. Mengkoordinir muslimah, begitulah peran pertamanya. Bagaimana seorang korwat bisa mengetahui dengan dalam setiap individu muslimah dalam tim serta membimbing mereka agar produktifitas dakwah berjalan. Biasanya dalam kondisi butuh keputusan mendesak, dibuat dua forum dalam sebuah tim, dibagi berdasarkan gender. Dan korwat lah yang memimpin para muslimah ini. Ia pula yang diharapkan dapat sebagai tempat curhat bagi para muslimah yang berada dalam tim, ia yang selalu memberi motivasi dan memberi ucapan selamat atas keberhasilan kepada para muslimah.
Upgrading
Meningkatkan kapasitas internal setiap anggota tim yang muslimah. Korwat berperan sebagai guru yang memberikan pengetahuan , pengalaman dan saran agar para muslimah dapat menjalankan beban dakwah yang ada dengan baik. Peningkatan kemampuan internal ini adalah bagian dari kaderisasi departemen yang memang harus dilakukan. Harapannya dalam kaderisasi ini seorang korwat dapat membentuk calon penggantinya di kemudian hari.
Controlling
Memantau kesehatan dan kebahagiaan kader muslimah dalam menjalankan amanah dakwah. Kesehatan yang dimaksud terkait dua hal, kesehatan fisik yang dipengaruhi oleh asupan gizi, lama waktu istirahat dan olahraga yang dijalankan. Serta kesehatan ruhiyah yang dipengaruhi oleh ibadah yang dilakukan, kepahaman, dan kedekatan kepada Allah. Serta tingkat kebahagiaan atau enjoyment dari kader dalam menjalankan agenda dakwah. Oleh karena itu seorang korwat diharapkan dapat memantau kader muslimah dari sisi ini, dan memberikan treatment khusus jika ada masalah atau kendala pada kader.
Penampung Aspirasi
Muslimah mempunyai taste and reference tersendiri dalam berpikir dan mengambil keputusan. Oleh karena itu seorang korwat dituntut untuk dapat memancing aspirasi yang ada diantara para kader muslimah dan menampungnya dan menyampaikannya ke kepala departemen atau untuk dibahas di rapat. Selain itu diharapkan seorang korwat dapat menyelesaikan masalah internal muslimah dengan segera. Termasuk pula menampung dan menindaklanjuti aspirasi kader pria terhadap kader perempuan.
Komunikasi Dengan Kader Pria
Fungsi komunikasi seperti melanjutkan pesan dari kepala departemen terkait rapat dan sebagainya, dan menyampaikan usul-usul dari muslimah yang mungkin sulit untuk mengungkapkan pemikirannya. Dalam sebuah rapat, saya selalu memperhatikan posisi duduk seorang korwat selalu yang paling dekat dengan pria. Ini seperti “penjaga” dari para muslimah dan “pemimpin” dalam sebuah rapat.
Memimpin eksekusi agenda khusus muslimah
Sebagai contoh dalam departemen kaderisasi, dimana terdapat kaderisasi khusus muslimah. Seorang korwatlah yang akan memimpin rapat, eksekusi dan lain-lainnya. Atau dalam persiapan sebuah acara dimana, kader muslimah diminta untuk mengerjakan bagian tertentu bersama, maka seorang korwat yang mengkoordinir dan sebagai penanggungjawab tugas tersebut
Penyeimbang dan back up kepala departemen
Bisa dikatakan secara informal seorang korwat adalah wakil ketua departemen dimana ia pengambil kebijakan tertinggi kedua setelah kepala departemen. Selain itu korwat diharapkan mampu memotivasi staff muslim untuk memimpin rapat untuk pengambilan kebijakan jika seorang kepala departemen sedang berhalangan atau bermasalah. Korwat diharapkan juga dapat sebagai penyejuk departemen yang mungkin terlalu dikejar deadline dan rasionalisasi seorang pria. Ia diharapkan dapat sebagai penasehat moril departemen. Peran korwat dalam memberikan motivasi secara khusus kepada kepala departemen untuk memastikan bahwa roda departemen tetap berjalan. Dengan tetap menjaga batasan syariah, seorang korwat dapat menjadi teman diskusi dan berpikir seorang kepala departemen terkait permasalahan di departemennya.
>>>Tapi yang paling assiikk dr peran jd koordinator akhwat adalah...minim koordinasi dgn ikhwan! (*ouupss!! :D)
Menurut saya “akhwat mempunyai kekhasan tersendiri, oleh karena itu perlu peran serta lingkup yang luas dari pengelolaan muslimah”. Statement inilah yang membuat saya menaikkan posisi sektor muslimah yang tahun lalu “hanya” selevel divisi, saat ini menjadi sektor yang langsung dibawah koordinasi saya sebagai ketua LDK. Memang setelah mengamati langsung selama 3 tahun di kampus, muslimah mempunyai keunikan tersendiri dalam lingkup dakwah kampus ini.
Terkait peran fungsi dan posisi seorang koordinator akhwat, saya mewawancarai khusus korwat Departemen Manajemen Sumber Daya Anggota (MSDA) Nuri Trianti dan korwat departemen ekonomi Dina Rachmi untuk melengkapi pandangan saya terhadap pertanyaan ini. Dalam organisasi dakwah kampus, kita mengenal istilah korwat untuk mendampingi seorang kadept dalam sebuah departemen. Saya pun bertanya pada awalnya,”sebenarnya apa sih peran korwat ? apakah hanya sebagai notulen dan mem-forward pesan ke anggota muslimah yang lain?”
“tidak !!”, begitulah jawaban dua korwat tersebut. Peran korwat jauh lebih besar dari itu. Korwat berperan sangat signifikan dalam menjaga keseimbangan departemen dan sebagai penjaga nilai dari sebuah departemen. Terutama dalam kondisi dakwah kampus yang menjaga nilai adab antara muslim dan muslimah. Selain itu muslimah membutuhkan pendekatan khusus dalam berdakwah, sehingga metoda “cuek” dan “terlalu rasional” pria terkadang tidak cocok, dibutuhkan pendekatan “hati ke hati” terhadap kader muslimah, dan itu hanya bisa dilakukan oleh seorang korwat.
Sejauh pemahaman saya dan disempurnakan oleh hasil diskusi dengan dua korwat berpengalaman ini, saya bisa menyimpulkan beberapa hal yang menjadi peran strategis utama yang hanya bisa dilakukan oleh korwat.
Managerial
Peran strategis pertama adalah me-manage atau mengatur dan memimpin para muslimah dalam sebuah departemen atau kepanitiaan. Mengkoordinir muslimah, begitulah peran pertamanya. Bagaimana seorang korwat bisa mengetahui dengan dalam setiap individu muslimah dalam tim serta membimbing mereka agar produktifitas dakwah berjalan. Biasanya dalam kondisi butuh keputusan mendesak, dibuat dua forum dalam sebuah tim, dibagi berdasarkan gender. Dan korwat lah yang memimpin para muslimah ini. Ia pula yang diharapkan dapat sebagai tempat curhat bagi para muslimah yang berada dalam tim, ia yang selalu memberi motivasi dan memberi ucapan selamat atas keberhasilan kepada para muslimah.
Upgrading
Meningkatkan kapasitas internal setiap anggota tim yang muslimah. Korwat berperan sebagai guru yang memberikan pengetahuan , pengalaman dan saran agar para muslimah dapat menjalankan beban dakwah yang ada dengan baik. Peningkatan kemampuan internal ini adalah bagian dari kaderisasi departemen yang memang harus dilakukan. Harapannya dalam kaderisasi ini seorang korwat dapat membentuk calon penggantinya di kemudian hari.
Controlling
Memantau kesehatan dan kebahagiaan kader muslimah dalam menjalankan amanah dakwah. Kesehatan yang dimaksud terkait dua hal, kesehatan fisik yang dipengaruhi oleh asupan gizi, lama waktu istirahat dan olahraga yang dijalankan. Serta kesehatan ruhiyah yang dipengaruhi oleh ibadah yang dilakukan, kepahaman, dan kedekatan kepada Allah. Serta tingkat kebahagiaan atau enjoyment dari kader dalam menjalankan agenda dakwah. Oleh karena itu seorang korwat diharapkan dapat memantau kader muslimah dari sisi ini, dan memberikan treatment khusus jika ada masalah atau kendala pada kader.
Penampung Aspirasi
Muslimah mempunyai taste and reference tersendiri dalam berpikir dan mengambil keputusan. Oleh karena itu seorang korwat dituntut untuk dapat memancing aspirasi yang ada diantara para kader muslimah dan menampungnya dan menyampaikannya ke kepala departemen atau untuk dibahas di rapat. Selain itu diharapkan seorang korwat dapat menyelesaikan masalah internal muslimah dengan segera. Termasuk pula menampung dan menindaklanjuti aspirasi kader pria terhadap kader perempuan.
Komunikasi Dengan Kader Pria
Fungsi komunikasi seperti melanjutkan pesan dari kepala departemen terkait rapat dan sebagainya, dan menyampaikan usul-usul dari muslimah yang mungkin sulit untuk mengungkapkan pemikirannya. Dalam sebuah rapat, saya selalu memperhatikan posisi duduk seorang korwat selalu yang paling dekat dengan pria. Ini seperti “penjaga” dari para muslimah dan “pemimpin” dalam sebuah rapat.
Memimpin eksekusi agenda khusus muslimah
Sebagai contoh dalam departemen kaderisasi, dimana terdapat kaderisasi khusus muslimah. Seorang korwatlah yang akan memimpin rapat, eksekusi dan lain-lainnya. Atau dalam persiapan sebuah acara dimana, kader muslimah diminta untuk mengerjakan bagian tertentu bersama, maka seorang korwat yang mengkoordinir dan sebagai penanggungjawab tugas tersebut
Penyeimbang dan back up kepala departemen
Bisa dikatakan secara informal seorang korwat adalah wakil ketua departemen dimana ia pengambil kebijakan tertinggi kedua setelah kepala departemen. Selain itu korwat diharapkan mampu memotivasi staff muslim untuk memimpin rapat untuk pengambilan kebijakan jika seorang kepala departemen sedang berhalangan atau bermasalah. Korwat diharapkan juga dapat sebagai penyejuk departemen yang mungkin terlalu dikejar deadline dan rasionalisasi seorang pria. Ia diharapkan dapat sebagai penasehat moril departemen. Peran korwat dalam memberikan motivasi secara khusus kepada kepala departemen untuk memastikan bahwa roda departemen tetap berjalan. Dengan tetap menjaga batasan syariah, seorang korwat dapat menjadi teman diskusi dan berpikir seorang kepala departemen terkait permasalahan di departemennya.
>>>Tapi yang paling assiikk dr peran jd koordinator akhwat adalah...minim koordinasi dgn ikhwan! (*ouupss!! :D)
Peran Koordinator Akhwat
huhumm... karena saya diamanahi koordinator akhwat dalam Lembaga Da'wah Fakultas kampus saya, maka saya ingin berbagi fungsi seorang koordinator akhwat yg telah saya pelajari dalam berbagai refrensi...
Semoga bernabfaat>>>
Apa peran strategis seorang korwat dalam sebuah departemen atau kepanitiaan ? terkadang di kampus kami korwat tampak hanya sebagi “penyampai pesan” saja dari ikhwan ke akhwat.
Menurut saya “akhwat mempunyai kekhasan tersendiri, oleh karena itu perlu peran serta lingkup yang luas dari pengelolaan muslimah”. Statement inilah yang membuat saya menaikkan posisi sektor muslimah yang tahun lalu “hanya” selevel divisi, saat ini menjadi sektor yang langsung dibawah koordinasi saya sebagai ketua LDK. Memang setelah mengamati langsung selama 3 tahun di kampus, muslimah mempunyai keunikan tersendiri dalam lingkup dakwah kampus ini.
Terkait peran fungsi dan posisi seorang koordinator akhwat, saya mewawancarai khusus korwat Departemen Manajemen Sumber Daya Anggota (MSDA) Nuri Trianti dan korwat departemen ekonomi Dina Rachmi untuk melengkapi pandangan saya terhadap pertanyaan ini. Dalam organisasi dakwah kampus, kita mengenal istilah korwat untuk mendampingi seorang kadept dalam sebuah departemen. Saya pun bertanya pada awalnya,”sebenarnya apa sih peran korwat ? apakah hanya sebagai notulen dan mem-forward pesan ke anggota muslimah yang lain?”
“tidak !!”, begitulah jawaban dua korwat tersebut. Peran korwat jauh lebih besar dari itu. Korwat berperan sangat signifikan dalam menjaga keseimbangan departemen dan sebagai penjaga nilai dari sebuah departemen. Terutama dalam kondisi dakwah kampus yang menjaga nilai adab antara muslim dan muslimah. Selain itu muslimah membutuhkan pendekatan khusus dalam berdakwah, sehingga metoda “cuek” dan “terlalu rasional” pria terkadang tidak cocok, dibutuhkan pendekatan “hati ke hati” terhadap kader muslimah, dan itu hanya bisa dilakukan oleh seorang korwat.
Sejauh pemahaman saya dan disempurnakan oleh hasil diskusi dengan dua korwat berpengalaman ini, saya bisa menyimpulkan beberapa hal yang menjadi peran strategis utama yang hanya bisa dilakukan oleh korwat.
Managerial
Peran strategis pertama adalah me-manage atau mengatur dan memimpin para muslimah dalam sebuah departemen atau kepanitiaan. Mengkoordinir muslimah, begitulah peran pertamanya. Bagaimana seorang korwat bisa mengetahui dengan dalam setiap individu muslimah dalam tim serta membimbing mereka agar produktifitas dakwah berjalan. Biasanya dalam kondisi butuh keputusan mendesak, dibuat dua forum dalam sebuah tim, dibagi berdasarkan gender. Dan korwat lah yang memimpin para muslimah ini. Ia pula yang diharapkan dapat sebagai tempat curhat bagi para muslimah yang berada dalam tim, ia yang selalu memberi motivasi dan memberi ucapan selamat atas keberhasilan kepada para muslimah.
Upgrading
Meningkatkan kapasitas internal setiap anggota tim yang muslimah. Korwat berperan sebagai guru yang memberikan pengetahuan , pengalaman dan saran agar para muslimah dapat menjalankan beban dakwah yang ada dengan baik. Peningkatan kemampuan internal ini adalah bagian dari kaderisasi departemen yang memang harus dilakukan. Harapannya dalam kaderisasi ini seorang korwat dapat membentuk calon penggantinya di kemudian hari.
Controlling
Memantau kesehatan dan kebahagiaan kader muslimah dalam menjalankan amanah dakwah. Kesehatan yang dimaksud terkait dua hal, kesehatan fisik yang dipengaruhi oleh asupan gizi, lama waktu istirahat dan olahraga yang dijalankan. Serta kesehatan ruhiyah yang dipengaruhi oleh ibadah yang dilakukan, kepahaman, dan kedekatan kepada Allah. Serta tingkat kebahagiaan atau enjoyment dari kader dalam menjalankan agenda dakwah. Oleh karena itu seorang korwat diharapkan dapat memantau kader muslimah dari sisi ini, dan memberikan treatment khusus jika ada masalah atau kendala pada kader.
Penampung Aspirasi
Muslimah mempunyai taste and reference tersendiri dalam berpikir dan mengambil keputusan. Oleh karena itu seorang korwat dituntut untuk dapat memancing aspirasi yang ada diantara para kader muslimah dan menampungnya dan menyampaikannya ke kepala departemen atau untuk dibahas di rapat. Selain itu diharapkan seorang korwat dapat menyelesaikan masalah internal muslimah dengan segera. Termasuk pula menampung dan menindaklanjuti aspirasi kader pria terhadap kader perempuan.
Komunikasi Dengan Kader Pria
Fungsi komunikasi seperti melanjutkan pesan dari kepala departemen terkait rapat dan sebagainya, dan menyampaikan usul-usul dari muslimah yang mungkin sulit untuk mengungkapkan pemikirannya. Dalam sebuah rapat, saya selalu memperhatikan posisi duduk seorang korwat selalu yang paling dekat dengan pria. Ini seperti “penjaga” dari para muslimah dan “pemimpin” dalam sebuah rapat.
Memimpin eksekusi agenda khusus muslimah
Sebagai contoh dalam departemen kaderisasi, dimana terdapat kaderisasi khusus muslimah. Seorang korwatlah yang akan memimpin rapat, eksekusi dan lain-lainnya. Atau dalam persiapan sebuah acara dimana, kader muslimah diminta untuk mengerjakan bagian tertentu bersama, maka seorang korwat yang mengkoordinir dan sebagai penanggungjawab tugas tersebut
Penyeimbang dan back up kepala departemen
Bisa dikatakan secara informal seorang korwat adalah wakil ketua departemen dimana ia pengambil kebijakan tertinggi kedua setelah kepala departemen. Selain itu korwat diharapkan mampu memotivasi staff muslim untuk memimpin rapat untuk pengambilan kebijakan jika seorang kepala departemen sedang berhalangan atau bermasalah. Korwat diharapkan juga dapat sebagai penyejuk departemen yang mungkin terlalu dikejar deadline dan rasionalisasi seorang pria. Ia diharapkan dapat sebagai penasehat moril departemen. Peran korwat dalam memberikan motivasi secara khusus kepada kepala departemen untuk memastikan bahwa roda departemen tetap berjalan. Dengan tetap menjaga batasan syariah, seorang korwat dapat menjadi teman diskusi dan berpikir seorang kepala departemen terkait permasalahan di departemennya.
yang jelas,jd koordinator akhwat tu menyenangkan... tahu knp? cz tidak banyak koordinasi dgn ikhwan (*oupss! :p)
kn lbh enak ngomong sm sesama cewe' drpd ad anak cowo', y ga?
Semoga bernabfaat>>>
Apa peran strategis seorang korwat dalam sebuah departemen atau kepanitiaan ? terkadang di kampus kami korwat tampak hanya sebagi “penyampai pesan” saja dari ikhwan ke akhwat.
Menurut saya “akhwat mempunyai kekhasan tersendiri, oleh karena itu perlu peran serta lingkup yang luas dari pengelolaan muslimah”. Statement inilah yang membuat saya menaikkan posisi sektor muslimah yang tahun lalu “hanya” selevel divisi, saat ini menjadi sektor yang langsung dibawah koordinasi saya sebagai ketua LDK. Memang setelah mengamati langsung selama 3 tahun di kampus, muslimah mempunyai keunikan tersendiri dalam lingkup dakwah kampus ini.
Terkait peran fungsi dan posisi seorang koordinator akhwat, saya mewawancarai khusus korwat Departemen Manajemen Sumber Daya Anggota (MSDA) Nuri Trianti dan korwat departemen ekonomi Dina Rachmi untuk melengkapi pandangan saya terhadap pertanyaan ini. Dalam organisasi dakwah kampus, kita mengenal istilah korwat untuk mendampingi seorang kadept dalam sebuah departemen. Saya pun bertanya pada awalnya,”sebenarnya apa sih peran korwat ? apakah hanya sebagai notulen dan mem-forward pesan ke anggota muslimah yang lain?”
“tidak !!”, begitulah jawaban dua korwat tersebut. Peran korwat jauh lebih besar dari itu. Korwat berperan sangat signifikan dalam menjaga keseimbangan departemen dan sebagai penjaga nilai dari sebuah departemen. Terutama dalam kondisi dakwah kampus yang menjaga nilai adab antara muslim dan muslimah. Selain itu muslimah membutuhkan pendekatan khusus dalam berdakwah, sehingga metoda “cuek” dan “terlalu rasional” pria terkadang tidak cocok, dibutuhkan pendekatan “hati ke hati” terhadap kader muslimah, dan itu hanya bisa dilakukan oleh seorang korwat.
Sejauh pemahaman saya dan disempurnakan oleh hasil diskusi dengan dua korwat berpengalaman ini, saya bisa menyimpulkan beberapa hal yang menjadi peran strategis utama yang hanya bisa dilakukan oleh korwat.
Managerial
Peran strategis pertama adalah me-manage atau mengatur dan memimpin para muslimah dalam sebuah departemen atau kepanitiaan. Mengkoordinir muslimah, begitulah peran pertamanya. Bagaimana seorang korwat bisa mengetahui dengan dalam setiap individu muslimah dalam tim serta membimbing mereka agar produktifitas dakwah berjalan. Biasanya dalam kondisi butuh keputusan mendesak, dibuat dua forum dalam sebuah tim, dibagi berdasarkan gender. Dan korwat lah yang memimpin para muslimah ini. Ia pula yang diharapkan dapat sebagai tempat curhat bagi para muslimah yang berada dalam tim, ia yang selalu memberi motivasi dan memberi ucapan selamat atas keberhasilan kepada para muslimah.
Upgrading
Meningkatkan kapasitas internal setiap anggota tim yang muslimah. Korwat berperan sebagai guru yang memberikan pengetahuan , pengalaman dan saran agar para muslimah dapat menjalankan beban dakwah yang ada dengan baik. Peningkatan kemampuan internal ini adalah bagian dari kaderisasi departemen yang memang harus dilakukan. Harapannya dalam kaderisasi ini seorang korwat dapat membentuk calon penggantinya di kemudian hari.
Controlling
Memantau kesehatan dan kebahagiaan kader muslimah dalam menjalankan amanah dakwah. Kesehatan yang dimaksud terkait dua hal, kesehatan fisik yang dipengaruhi oleh asupan gizi, lama waktu istirahat dan olahraga yang dijalankan. Serta kesehatan ruhiyah yang dipengaruhi oleh ibadah yang dilakukan, kepahaman, dan kedekatan kepada Allah. Serta tingkat kebahagiaan atau enjoyment dari kader dalam menjalankan agenda dakwah. Oleh karena itu seorang korwat diharapkan dapat memantau kader muslimah dari sisi ini, dan memberikan treatment khusus jika ada masalah atau kendala pada kader.
Penampung Aspirasi
Muslimah mempunyai taste and reference tersendiri dalam berpikir dan mengambil keputusan. Oleh karena itu seorang korwat dituntut untuk dapat memancing aspirasi yang ada diantara para kader muslimah dan menampungnya dan menyampaikannya ke kepala departemen atau untuk dibahas di rapat. Selain itu diharapkan seorang korwat dapat menyelesaikan masalah internal muslimah dengan segera. Termasuk pula menampung dan menindaklanjuti aspirasi kader pria terhadap kader perempuan.
Komunikasi Dengan Kader Pria
Fungsi komunikasi seperti melanjutkan pesan dari kepala departemen terkait rapat dan sebagainya, dan menyampaikan usul-usul dari muslimah yang mungkin sulit untuk mengungkapkan pemikirannya. Dalam sebuah rapat, saya selalu memperhatikan posisi duduk seorang korwat selalu yang paling dekat dengan pria. Ini seperti “penjaga” dari para muslimah dan “pemimpin” dalam sebuah rapat.
Memimpin eksekusi agenda khusus muslimah
Sebagai contoh dalam departemen kaderisasi, dimana terdapat kaderisasi khusus muslimah. Seorang korwatlah yang akan memimpin rapat, eksekusi dan lain-lainnya. Atau dalam persiapan sebuah acara dimana, kader muslimah diminta untuk mengerjakan bagian tertentu bersama, maka seorang korwat yang mengkoordinir dan sebagai penanggungjawab tugas tersebut
Penyeimbang dan back up kepala departemen
Bisa dikatakan secara informal seorang korwat adalah wakil ketua departemen dimana ia pengambil kebijakan tertinggi kedua setelah kepala departemen. Selain itu korwat diharapkan mampu memotivasi staff muslim untuk memimpin rapat untuk pengambilan kebijakan jika seorang kepala departemen sedang berhalangan atau bermasalah. Korwat diharapkan juga dapat sebagai penyejuk departemen yang mungkin terlalu dikejar deadline dan rasionalisasi seorang pria. Ia diharapkan dapat sebagai penasehat moril departemen. Peran korwat dalam memberikan motivasi secara khusus kepada kepala departemen untuk memastikan bahwa roda departemen tetap berjalan. Dengan tetap menjaga batasan syariah, seorang korwat dapat menjadi teman diskusi dan berpikir seorang kepala departemen terkait permasalahan di departemennya.
yang jelas,jd koordinator akhwat tu menyenangkan... tahu knp? cz tidak banyak koordinasi dgn ikhwan (*oupss! :p)
kn lbh enak ngomong sm sesama cewe' drpd ad anak cowo', y ga?
Bagaimana Menokohkan Diri Anda
Saat ini kita mempunyai target untuk menokohkan kader dakwah kampus dengan harapan dapat memunculkan figur yang memang “jebolan” dakwah kampus, bagaimana cara Kita sebagai pribadi untuk meningkatkan kapasitas kita dan ketokohan kita di kampus, regional, maupun nasional ?
Memang rencana ini masih belum berjalan dengan ideal, karena berbagai faktor antara lain; (1) belum siapnya kader dakwah kampus untuk menghadapi dunia luar lembaga dakwahnya, ciri eksklusif masih banyak terdapat pada kader dakwah kampus.(2) kerendahan hati para kader dakwah, sebuah sifat yang sangat terpuji, akan tetapi jika digunakan pada tempat yang salah akan berakibat pada tidak berkembangnya dakwah, saya berpesan agar kita tidak tawadhu salah tempat. (3) kelemahan pemanfaatan teknologi, kemajuan teknologi saat ini semakin berkembang, Anda bisa menjadi seorang yang dikenal luas dengan memanfaatkan teknologi ini, seorang tidak perlu bertemu langsung dengan Anda, akan tetapi ia akan dapat mempercayai Anda serta menganggap Anda seorang yang telah dikenal luas.(4) pendeknya masa perkuliahan, saya merasakan bahwa seorang kader matang saat tingkat tiga, sedangkan masa kuliah pada umumnya hanya 4 tahun, sehingga belum sempat seorang kader menokoh secara nasional, bahkan daerah, ia sudah keburu dikejar dengan kelulusan. (5) tidak merasa ( atau mungkin malu ) sebagai kader dakwah kampus. Beberapa kader pernah saya amati tidak merasa bisa “menjual” dirinya jika ia berpredikat kader dakwah kampus. Mungkin sebetulnya banyak kader yang telah tertokohkan, akan tetapi ia tidak dipandang sebagai kader dakwah kampus.
Melihat kenyataan serta tuntutan yang ada terkait ketokohan kader dakwah, perlu kiranya Anda secara pribadi yang menokhkan diri Anda. Saya mempunyai keyakinan bahwa Anda dapat menjadi tokoh yang bermanfaat bagi dakwah kampus. Anda mempunyai potensi sebagai pribadi, Anda punya lembaga dakwah yang menjadi lingkungan Anda belajar dan berdakwah dan Anda bisa memanfaatkan jaringan FSLDK sebagai pendukung ketokohan Anda di tingkat kampus, daerah, bahkan nasional.
Pernahkah Anda berpikir bahwa tidak ada definisi tokoh yang sama bagi setiap orang. Karena setiap orang mempunyai standar tersensdiri, kebutuhan idola tersendiri dan kebutuhan panutan yang berbeda-beda. Jadi setiap dari Anda bisa menjadi tokoh dengan potensi yang Anda miliki serta dengan jumlah massa pendukung yang memang akan terkena dampak ketokohan Anda.
Saya pernah menulis tentang bagaimana menokohkan kader dakwah, pada tulisan ini saya menyampaikan bahwa kader dakwah bisa menjadi tokoh dari berbagai pendekatan yang ada. Tergantung Anda bisanya menokoh dengan cara yang bagaimana. Apakah Anda sebagai sosok, religi, akademisi, olahragawan, seniman, aktifis mahasiswa, atau lainnya. Tahap pertama adalah menentukan jalur ketokohan Anda.
Seorang tokoh yang dibutuhkan saat ini adalah sosok tokoh yang moderat, dimana ia tidak terlalu ekstrem dalam berpikir, akan tetapi tetap dengan landasan berpikir yang kuat. Seorang tokoh yang disenangi adalah tokoh yang luwes, supel dan terbuka serta bisa berkomunikasi dengan orang banyak. Saat ini banyak kader yang mempunyai kapasitas pemahaman yang kuat, akan tetapi hanya sedikit sekali yang bisa membahasakannya kepada objek dakwah yang heterogen dengan baik, alhasil ia hanya bermanfaat bagi sesama kader saja.
Baiknya Akhlak serta budi perkerti dan tata bahasa menjadi daya tarik tersendiri, seorang yang berakhlak baik, dan memiliki prilaku yang sangat baik akan menimbulkan pull effect untuk menimbulkan keterkesanan dari masyarakat luas. Seorang tokoh diharapkan pula dapat memahami seni mengkritik dan dikritik dengan baik ( ada buku khusus dengan judul ini ). Karena perlu kita pahami semua, bahwa setiap kebijakan, pemikiran dan tindakan kita pasti ada yang menentang dengan berbagai alasan. Untuk menjadi tokoh yang bijak Anda perlu memahami seni mengkritik dan dikritik ini agar Anda bisa terus maju dan tidak mudah mundur karena kritikan seseorang. Memahami cara mengkritik perlu juga agar Anda tetap bisa menjaga citra sebagai sosok yang tidak asal ngomong. Dalam memahami masyarakat selain Anda perlu menyaring apa yang dikatakannya, Anda perlu juga memahami sebab atau latar belakang ia mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan Anda, sehingga Anda bisa memberikan antitesis yang tepat sasaran.
Tokoh bergaul dengan tokoh, dan dari seorang tokoh akan muncul pula tokoh yang lain. banyaklah bergaul dan belajar dengan seseorang yang telah Anda Anggap tokoh, apakah itu sosok ulama, pejabat, penulis, ilmuwan dan sebagainya agar bisa mendapatkan ilmu bagaimana menjadi tokoh dengan baik. Serta untuk mendapatkan jaringan dari tokoh yang kita dekati ini. Semakin banyak referensi tokoh yang Anda miliki, semakin berkarakter diri Anda dalam menokohkan diri. Dari tiga paragraf ini bisa disimpulkan, tahap kedua adalah memahami karakter seorang tokoh.
Selanjutnya, tahap ketiga adalah menentukan media yang akan digunakan untuk meningkatkan ketokohan diri. Saat ini berbagai media bisa digunakan untuk meningkatkan ketokohan. Media yang paling sederhana adalah tulisan pemikiran Anda, Anda bisa memulai dengan menyumbangkan tulisan pada media yang telah tersedia, apakah itu media kampus, media daerah, dan media nasional. Mulailah rutin menulis, dengan menulis Anda akan di claim sebagai sosok yang memiliki pemikiran dan suka menyumbangkann ide yang bisa digunakan oleh banyak orang. Buat target pribadi seperti menulis di koran kampus setiap bulan, menulis di media daerah setiap 1 bulan dan menulis di media nasional setiap 2 bulan sekali. Atau, jika memang belum berkesempatan untuk menulis di media yang telah ada, mulailah menulis di media yang Anda buat sendiri, seperti website atau blog.membuat milis dengan Owner diri Anda dan diasuh langsung oleh Anda, dimana Anda rutin mengirim posting tulisan Anda yang bermanfaat. Reza Ervani dengan milis motivasi indonesia berhasil membuat ketokohan ini dengan baik, begitu pula saya mulai memcoba membangun ketokohan dengan cara ini melalui milis tanyajawabLDK. Menyempatkan diri atau memang mendedikasikan waktu Anda sebagai pemateri / pengisi acara / moderator/ peserta aktif dan kritis pada berbagai skala acara/seminar/talkshow/training dapat juga menjadi ekskalasi yang perlu dilakukan oleh Anda untuk meningkatkan kemampuan komunikasi massal serta mendongkrak ketokohan Anda. Tak lupa pula untuk membangun jaringan dengan tokoh lain, seorang tokoh dinilai sudah menjadi “tokoh” jika ia sudah punya relasi dengan tokoh lainnya.
Tiga tahap ini saya yakini menjadi cara untuk menokohkan diri Anda sebagai kader dakwah kampus yang akan mencitrakan diri Anda serta dakwah kampus pada umumnya. Dengan pencitraan positif ini diharapkan Anda bisa menjadi duta untuk memajukan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap dakwah kampus yang mampu mensuplai seorang yang bisa diterima di masyarakat. Pesan terakhir dari bagian ini adalah salah satu tantangan dalam ketokohan kader adalah ujian dunia terkait uang, jabatan dan akhlak. Kita membentengi diri dengan kedekatan pada Allah serta selalu dalam lingkungan dakwah dengan kader-kader lainnya yang selalu mengingatkan jika kita khilaf dalam bertindak.
>>presented by: FSLDK
Memang rencana ini masih belum berjalan dengan ideal, karena berbagai faktor antara lain; (1) belum siapnya kader dakwah kampus untuk menghadapi dunia luar lembaga dakwahnya, ciri eksklusif masih banyak terdapat pada kader dakwah kampus.(2) kerendahan hati para kader dakwah, sebuah sifat yang sangat terpuji, akan tetapi jika digunakan pada tempat yang salah akan berakibat pada tidak berkembangnya dakwah, saya berpesan agar kita tidak tawadhu salah tempat. (3) kelemahan pemanfaatan teknologi, kemajuan teknologi saat ini semakin berkembang, Anda bisa menjadi seorang yang dikenal luas dengan memanfaatkan teknologi ini, seorang tidak perlu bertemu langsung dengan Anda, akan tetapi ia akan dapat mempercayai Anda serta menganggap Anda seorang yang telah dikenal luas.(4) pendeknya masa perkuliahan, saya merasakan bahwa seorang kader matang saat tingkat tiga, sedangkan masa kuliah pada umumnya hanya 4 tahun, sehingga belum sempat seorang kader menokoh secara nasional, bahkan daerah, ia sudah keburu dikejar dengan kelulusan. (5) tidak merasa ( atau mungkin malu ) sebagai kader dakwah kampus. Beberapa kader pernah saya amati tidak merasa bisa “menjual” dirinya jika ia berpredikat kader dakwah kampus. Mungkin sebetulnya banyak kader yang telah tertokohkan, akan tetapi ia tidak dipandang sebagai kader dakwah kampus.
Melihat kenyataan serta tuntutan yang ada terkait ketokohan kader dakwah, perlu kiranya Anda secara pribadi yang menokhkan diri Anda. Saya mempunyai keyakinan bahwa Anda dapat menjadi tokoh yang bermanfaat bagi dakwah kampus. Anda mempunyai potensi sebagai pribadi, Anda punya lembaga dakwah yang menjadi lingkungan Anda belajar dan berdakwah dan Anda bisa memanfaatkan jaringan FSLDK sebagai pendukung ketokohan Anda di tingkat kampus, daerah, bahkan nasional.
Pernahkah Anda berpikir bahwa tidak ada definisi tokoh yang sama bagi setiap orang. Karena setiap orang mempunyai standar tersensdiri, kebutuhan idola tersendiri dan kebutuhan panutan yang berbeda-beda. Jadi setiap dari Anda bisa menjadi tokoh dengan potensi yang Anda miliki serta dengan jumlah massa pendukung yang memang akan terkena dampak ketokohan Anda.
Saya pernah menulis tentang bagaimana menokohkan kader dakwah, pada tulisan ini saya menyampaikan bahwa kader dakwah bisa menjadi tokoh dari berbagai pendekatan yang ada. Tergantung Anda bisanya menokoh dengan cara yang bagaimana. Apakah Anda sebagai sosok, religi, akademisi, olahragawan, seniman, aktifis mahasiswa, atau lainnya. Tahap pertama adalah menentukan jalur ketokohan Anda.
Seorang tokoh yang dibutuhkan saat ini adalah sosok tokoh yang moderat, dimana ia tidak terlalu ekstrem dalam berpikir, akan tetapi tetap dengan landasan berpikir yang kuat. Seorang tokoh yang disenangi adalah tokoh yang luwes, supel dan terbuka serta bisa berkomunikasi dengan orang banyak. Saat ini banyak kader yang mempunyai kapasitas pemahaman yang kuat, akan tetapi hanya sedikit sekali yang bisa membahasakannya kepada objek dakwah yang heterogen dengan baik, alhasil ia hanya bermanfaat bagi sesama kader saja.
Baiknya Akhlak serta budi perkerti dan tata bahasa menjadi daya tarik tersendiri, seorang yang berakhlak baik, dan memiliki prilaku yang sangat baik akan menimbulkan pull effect untuk menimbulkan keterkesanan dari masyarakat luas. Seorang tokoh diharapkan pula dapat memahami seni mengkritik dan dikritik dengan baik ( ada buku khusus dengan judul ini ). Karena perlu kita pahami semua, bahwa setiap kebijakan, pemikiran dan tindakan kita pasti ada yang menentang dengan berbagai alasan. Untuk menjadi tokoh yang bijak Anda perlu memahami seni mengkritik dan dikritik ini agar Anda bisa terus maju dan tidak mudah mundur karena kritikan seseorang. Memahami cara mengkritik perlu juga agar Anda tetap bisa menjaga citra sebagai sosok yang tidak asal ngomong. Dalam memahami masyarakat selain Anda perlu menyaring apa yang dikatakannya, Anda perlu juga memahami sebab atau latar belakang ia mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan Anda, sehingga Anda bisa memberikan antitesis yang tepat sasaran.
Tokoh bergaul dengan tokoh, dan dari seorang tokoh akan muncul pula tokoh yang lain. banyaklah bergaul dan belajar dengan seseorang yang telah Anda Anggap tokoh, apakah itu sosok ulama, pejabat, penulis, ilmuwan dan sebagainya agar bisa mendapatkan ilmu bagaimana menjadi tokoh dengan baik. Serta untuk mendapatkan jaringan dari tokoh yang kita dekati ini. Semakin banyak referensi tokoh yang Anda miliki, semakin berkarakter diri Anda dalam menokohkan diri. Dari tiga paragraf ini bisa disimpulkan, tahap kedua adalah memahami karakter seorang tokoh.
Selanjutnya, tahap ketiga adalah menentukan media yang akan digunakan untuk meningkatkan ketokohan diri. Saat ini berbagai media bisa digunakan untuk meningkatkan ketokohan. Media yang paling sederhana adalah tulisan pemikiran Anda, Anda bisa memulai dengan menyumbangkan tulisan pada media yang telah tersedia, apakah itu media kampus, media daerah, dan media nasional. Mulailah rutin menulis, dengan menulis Anda akan di claim sebagai sosok yang memiliki pemikiran dan suka menyumbangkann ide yang bisa digunakan oleh banyak orang. Buat target pribadi seperti menulis di koran kampus setiap bulan, menulis di media daerah setiap 1 bulan dan menulis di media nasional setiap 2 bulan sekali. Atau, jika memang belum berkesempatan untuk menulis di media yang telah ada, mulailah menulis di media yang Anda buat sendiri, seperti website atau blog.membuat milis dengan Owner diri Anda dan diasuh langsung oleh Anda, dimana Anda rutin mengirim posting tulisan Anda yang bermanfaat. Reza Ervani dengan milis motivasi indonesia berhasil membuat ketokohan ini dengan baik, begitu pula saya mulai memcoba membangun ketokohan dengan cara ini melalui milis tanyajawabLDK. Menyempatkan diri atau memang mendedikasikan waktu Anda sebagai pemateri / pengisi acara / moderator/ peserta aktif dan kritis pada berbagai skala acara/seminar/talkshow/training dapat juga menjadi ekskalasi yang perlu dilakukan oleh Anda untuk meningkatkan kemampuan komunikasi massal serta mendongkrak ketokohan Anda. Tak lupa pula untuk membangun jaringan dengan tokoh lain, seorang tokoh dinilai sudah menjadi “tokoh” jika ia sudah punya relasi dengan tokoh lainnya.
Tiga tahap ini saya yakini menjadi cara untuk menokohkan diri Anda sebagai kader dakwah kampus yang akan mencitrakan diri Anda serta dakwah kampus pada umumnya. Dengan pencitraan positif ini diharapkan Anda bisa menjadi duta untuk memajukan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap dakwah kampus yang mampu mensuplai seorang yang bisa diterima di masyarakat. Pesan terakhir dari bagian ini adalah salah satu tantangan dalam ketokohan kader adalah ujian dunia terkait uang, jabatan dan akhlak. Kita membentengi diri dengan kedekatan pada Allah serta selalu dalam lingkungan dakwah dengan kader-kader lainnya yang selalu mengingatkan jika kita khilaf dalam bertindak.
>>presented by: FSLDK
Langganan:
Postingan (Atom)