Minggu, 01 Juli 2012

YoU aRe mY eVeRYthiNg

Cruising when the sun goes down
Across the sea
Searching for, something inside of me

I would find all the lost pieces
Hardly feel, deep and real
I was blinded now I see

Hey hey hey you're the one
Hey hey hey you're the one
Hey hey hey I can't live without you

Take me to your place
Where our hearts belong together
I will follow you
You're the reason that I breathe
[ Lyrics from: http://www.lyricsmode.com/lyrics/g/glenn_fredly/you_are_my_everything.html ]
I'll come running to you
Fill me with your love forever
I'll promise you one thing
That I would never let you go
'Cause you are my everything

You're the one, you're my inspiration
You're the one, kiss, you're the one
You're the light that would keep me safe and warm
You're the one, kiss, you're the one

Like the sun goes down, coming from above all
To the deepest ocean and highest mountain
Deep and real deep I can see now




#by Glen Fredly



Kamis, 28 Juni 2012

Lovely Breakfast!! << (*Kali ini bukan cerpen! :D)

Ahhaayyy...
Icha lagi semangat belajar masaaakkk...
Hehehehe, kembali ke fitrah sebagai 'calon istri', citcuiiittt...


Actually, klo aq ga bisa masak itu, pihak yang paling bertanggung jawab harusnya orang rumah tuhh!
Why?? Because of dapur rumah Icha yang sempit, jadinya Kanjeng Mami (*panggilan untuk ibu tersayang,hehehe...:p) selalu ga kasih ijin buat bantuin masak, klo uda ada Kanjeng Mami sama 'embak' di dapur pasti diusir2...


"Udah, sono-sono..ntar kecipratan minyak!"
"Awass, kesenggol kompor!"
dsb...


Hufft,, :(
Trus, mw sampe kapan??
Emangnya ntar aq mw terus2an hidup bergantung sm mreka apa?


Uda lama sie pengen belajar masak, karena sadar diri, ga mungkin lama2 bergantung sm orang rumah atau orang asrama yg selalu nyediain makan. (*Inget umur,euyy! :D)
Emang anak-suami nanti mau dikasih makan apa?
Mau apa ntar lbh dket sm 'bibi'nya daripada bundanya sendiri, gara2 bundanya ga busa masak??
Ihh, No Way!!


Niat sie uda ada, tp actionnya nie,kagak jalan-jalan... Abis sok sibuk sie...:p
Then, berawal dari resignnya mb' yuyun (*khadimat-nya asrama), akhirnya mw ga mw, aq blajar masak dee...
dari bantuin mb' elen (FKH 07) yg uda duluan jago masak, smp akhirnya praktik sendiri!!
Yaiyy!!


Bukan masakan Jepang atau Perancis sie...(*hehehe, klo itu mah rencana jangka panjang,:p)
Tapi masakan ASELI indo yang uda famous banget d luar negeri!
Yappzz! Nasi Goreng!!
*plok..plok..plokk....*


Sebenernya ga susah sie, gampang bgt malah....
aslinya sie uda pernah bikin ini d rumah, pas kagak ada orang gtu, (klo ada orang uda pasti ga boleh masak, takut keracunan semua...)
Tapi karna uda lama beuudd kgak bikin lagi, takut lupa caranya bikin makanan yang enak! :p


Ywd, de..knp jd curhat sepanjang ini??
Here we goo... Ini dia menu breakfast sehat dan (insyaAllah) enakk...:D


0o0
*NASI GORENG SELIMUT ala VEGAN*
(Special 2 porsi)

Bahan :
  • nasi putih 2 piring (piringnya ga usah gedhe2, sist..ntar mati kekenyangan lohh...:D)
  • minyak goreng / margarine secukupnya (2 sdm aja cukup)
  • cabe merah 2 buah, haluskan
  • bawang putih 2 siung, haluskan
  • bawang merah 3 siung, haluskan
  • gula secukupnya, haluskan
  • garam secukupnya, haluskan
  • kecap sesuai selera
  • saos atau cabe rawit
Topping :
  • Jagung manis 1 buah (dipipil)
  • Buncis 3 buah, potong-potong 1 cm
  • wortel 1 buah ukuran sedang, potong dadu
  • jamur tiram, potong dadu
Selimut :
  • Telur 2 buah, kocok lepas
Acar buah :
  • Nanas 3 potong (separuh buah utuhnya), buang batang tengahnya, potong dadu
  • Mentimun 1 buah ukuran sedang, potong panjang-panjang
  • Bengkuang 1 buah, potong dadu
  • 2 sdm gula 
  • 1 sdm cuka
  • 7 buah cabe rawit
  • air 300 cc, panaskan


Cara membuat :
  1. panaskan teflon dengan margarine 1 sdm
  2. masukkan telur yang sudah dikocok, ratakan ke seluruh permukaan teflon hingga tipis
  3. tidak perlu dibalik (karena tipis, cepat matang), jika sudah berwarna keemasan, angkat dan tiriskan
  4. lakukan dua kali, sehingga jadi 2 lembar selimut
  5. panaskan penggorangan dengan sedikit minyak atau margarine
  6. masukkan bumbu-bumbu yang dihaluskan, aduk sampai harum
  7. masukkan jagung manis, buncis, wortel, dan jamur tiram ke dalam penggorengan
  8. jangan terlalu lama, masukkan nasi putih, aduk bersamaan
  9. tambahkan kecap dan saos atau cabe rawit yang sudah dihaluskan sesuai selera
  10. letakkan nasi goreng diatas lembaran selimut telur, tata dengan baik
  11. gulung nasi goreng dengan selimut yang sudah jadi, rapikan
  12. Untuk membuat acar, didihkan air bersama gula, dan cuka
  13. masukkan kesemua bahan, dan biarkan meresap
  14. Tata nasi goreng selimut dan hiasi dengan sosis dan acar buah
0o0


Whaddaaa... Jadi dehh...
Biar sarapan sehat qt lengkap, tambahin tuh segelas susu low-fat atau orange-juice
Mestinya dihitung juga sie nilai gizinya, biar bantu tmn2 yg pgn diet sehat juga...
Emm, tapii...kapan2 deh yaa, ini aja buru2..mw ktemu sm orang 'istimewa'...:p

(PS: berhubung ga sempet difoto, setelah masak...jadi aq kasih foto 'palsu'nya yaa...^^V)

Ok, selamat mencoba!! *\^,^/*

Kamis, 07 Juni 2012

UNIQUE

"Kak, liat Kak Riana ga?" seorang yunior di kampus Alyssa mencegatnya di kantin.

"Nggak. Kenapa?"

"Nggak papa sih, cuma ada perlu aja..kn biasanya kalian msti barengan..."

Alyssa mengerutkan kening. "Oh ya?" dan mengumbar sekilas senyum sebelum berlalu.

Itu yang pertama!
Selanjutnya,

"Riana!" seseorang memanggil sambil setengah berlari kearah Alyssa. Alyssa tolah-toleh kanan-kiri. Mana Riana? Perasaan dia ga lagi sama aku...pikirnya.

"Eh, sorry...aq kira  kamu Riana, abis dandanan kalian mirip sie. Bajunya juga. Niru2 Riana ya?" seloroh anak itu, yang kemudian ngeloyor pergi, meninggalkan Alyssa bengong sendirian.

What??!!
Alyssa langsung lari ke kamar mandi. Mematut-matut diri di depan kaca. Iya, sie...hari ini dia 'agak' mirip dengan Riana. Setidaknya kombinasi warna baju yang mereka pakai sama. Bawahan Jeans biru, atasan kemeja putih. Dan itu berlangsung hingga seminggu berikutnya. Mereka pakai baju yang 'sama'!

Awalnya Alyssa tak memusingkan itu. Dia fine saja, kalau ada yang salah memanggilnya Riana. Dia juga biasa saja saat ada yang bilang mereka mirip. Meski kenyataannya jauuhh... Emangnya dia punya keturunan Tionghoa seperti Riana?? Mata, hidung, kulit. Ahh, bener2 pada rabun itu orang2!

Riana cuma bilang, "Mungkin karena qt selalu kliatan barengan aja ya, Al? jadi mereka suka ketuker2..." sambil ketawa renyah. Nah, ketawanya aja juga beda. Mana bisa Alyssa ketawa se'anggun' itu. Ngakak ya ngakak aja...
Selain physically, Alyssa juga tak merasa mirip intelejensinya dengan Riana. Ngomong bahasa inggris aja masih kagok, mau disamain sama Riana yang jago debate. Hahaa, Alyssa menertawakan dirinya sendiri.

Selama ini Alyssa tak pernah merasa menjadi nomor 2. Mereka beda, kok... Bukan twin. They're totally different. Tapi Alyssa baru merasakan nggak enak bgt jadi nomor 2.

Eh, kok bisa??

Seringkali Alyssa mendapat 'titipan' dari dosen-dosen yang berkepentingan dengan Riana. Alasannya, Riana sulit dihubungi dan lebih baik menitipkan pesannya pada orang terdekat Riana. Sampai akhirnya suatu hari HP Alyssa penuh dengan SMS...
"Kak, pesen dong sama Kak Riana nanti jangan lupa rapat di senat"
"Kak, bilang sm kak Riana, sekarang tak tunggu di depan kelas, mau minta tanda tangan"
"Kak, bla..bla..bla..."

Hassshhhh!! Cukup!
Emangnya gue asisten dia apa?? Mentang-mentang gue ga pernah unggul daripada Riana. Mentang-mentang dia selalu duduk di samping gue (itu juga karena dia yang pesen). Mentang-mentang kami sering pake baju 'kembar'. Mentang-mentang gue selalu mau diajakin kemana-mana buat nemenin dia. Tapi gue bukan Riana. So, please...Jangan panggil gue Riana. Gue bukan Riana versi 2. Gue bukan buntutnya. Gue Alyssa. Dan gue punya hidup sendiri!!


Dan sejak itu, Alyssa memilih untuk menyingkirkan dirinya dari sisi Riana. Sahabat yang sudah menemaninya dari semester awal di kampus ini.
Semata-mata hanya untuk sebuah 'eksistensi'.

Alyssa ga tahan untuk menceritakan tentang 'perpisahannya' dengan Riana pada Radit, laki-laki yang paling setia menemani Alyssa sekalipun hanya untuk mendengar omelannya dalam setahun terakhir.

"Kamu ga ngerasa berlebihan, dek? Ntar kamu kangen lho.." tanya Radit hati-hati, karna paham bener karakter meluap-luap lawan bicaranya itu.

"Nggak lah... Ini adalah bentuk akumulasi Kak, sebenernya uda lama aku ngerasa ga cocok dengan karakternya. Dominan. Maunya kemana-mana diikutin. Kata-katanya dturutin. Iya sie, aq ga sepinter dia diplomasinya. Tapi.."

Radit memotong.
"Hssshhh...udah, udah...kok jadinya kamu jelek2in diri sendiri gitu sie? Ga bagus lho, semacam nyalahin apa yang uda Tuhan kasih sama kamu. Ga bersyukur."

Dan itu ckup berhasil mengatupkan bibir Alyssa, meskipun sekarang jadi lebih maju beberapa senti karena manyunnya. Alyssa masih membela diri, kalau bukan salahnya kalau dia menjauh dari Riana. Biar sadar! katanya.

Alyssa cukup puas dengan hidupnya saat ini. Tanpa bayangan Riana lagi. Dia merasa lebih ringan, seringan jawabannya ketika ada yang nanya, "Al, kalian jadi jarang keliatan bareng akhir-akhir ini? berantem ya?"

"Nggak ada apa-apa kok. Kan dari dulu kami sudah punya hidup masing-masing" dengan penekanan pada kalimat kedua.

Alyssa merasa nyaman dengan Radit. Bukan karena Radit itu laki-laki dan Riana perempuan. Tapi Radit itu nggak dominan. Sifat yang Alyssa klaim ga bakal bisa ilang dari diri Riana. Radit itu dewasa, calm, pinter tapi ga neko-neko, mau jadi pendengar bukan pengatur forum kayak Riana. Setidaknya Radit nggak pernah memperlakukan Alyssa seperti ajudan di bawahnya, tapi partner yang setara!

"Kak, kalo kakak dihadapkan pada 2 pilihan barang dengan nilai yang sama, tapi feature yang beda, yang satu lebih banyak featurenya daripada yang lain, kakak pilih yang mana?" tanya Alyssa pada Radit suatu hari..

"Emang ada ya? Hmm, secara manusiawi, yaa milih yang banyak  feature-nya lah..." Radit terkekeh.

Unpredictable. Mendengar itu, Alyssa langsung nangis sekenceng-kencengnya.
"Huaa...berarti kakak lebih milih Riana dong, daripada akuu...??"

"Eh, eh..ini tentang apa sih? Kok jadi Riana dan kamu??" Radit salah tingkah.

Bukannya menjelaskan, Alyssa malah makin menangis sejadi-jadinya. Menangisi nasibnya yang menurutnya ga sebaik Riana. Menyalahkan Riana yang selalu membayangi hidupnya, sehingga hidupnya tak lagi bersinar karena Riana lbh shiny daripada dirinya. Merutuki orang-orang yang menomorduakannya daripada Riana. Dan lain sebagainya...

Radit menarik napas panjang...

"Untuk saat ini kamu benar-benar keliru, Al... Jangan menghakimi diri sendiri karena tak memiliki apa yang orang lain punya. Siapa bilang kamu ga lebih baik daripada Riana. Ok, kalau menurutmu physically Riana lebih semuanya dari kamu. Tapi menurutku, dia ga lebih usefull daripada dia. Setidaknya buatku. Kamu mungkin punya lebih banyak waktu daripada Riana, tapi dengan itu pula kamu luangkan waktu untuk menjadi pendengar yang baik buat semua orang yang membutuhkanmu. You're special. Kamu baik. And it's enough for me to love you..."

Radit melanjutkan,"Mestinya iri itu jadikan sebagai motivasi, tapi jangan sampai terobsesi. Karena setiap manusia itu diciptakan unik dengan karakter dan kelebihan masing-masing, bahkan kembar pun ga ada yang identik. Itu yang kakak pelajari dari kamu. Selalu berpikir positif. And it's only one of reasons, why do I love you so much. So, please...kembali lah menjadi Alyssa yang selalu memberiku recharge. Ok?"

Kali ini Alyssa masih terisak. Tapi bahagia. Setidaknya, dicintai orang lain itu membuatnya merasa berguna.

Selasa, 05 Juni 2012

Semua 'kan Indah pada Waktunya

>> 6 Oktober 2011

"Qobiltu nikahaha..."
Suara Mas Raga memecah hening seisi aula yang dijadikan tempat resepsi sekaligus akad nikah ini. Tegas dan pasti.



Tes...Tes...
Kinan menghapus airmata yang mulai menganak sungai di pipinya. Ini pernikahan pertama yang begitu mengharukan baginya. Sayang, bukan dia pelaku utama dalam adegan sakral itu.

Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri agar tak menangis di tempat ini. Bahkan kemarin dengan senyum lebar dia meyakinkan Kak Rosita agar 'jabatan' koordinator dokumentasi dalam kepanitiaan pernikahan itu diberikan padanya. Kalau begini caranya, kamera DSLR punya Kak Ros bisa basah nie...

0o0

"Maaf Kin, Mas belum bisa dalam waktu dekat ini..."

Cuma itu yang terucap dari bibir laki-laki yang sudah dipilihnya itu. Saat itu Kinan merasa fine-fine saja mendengarnya. Toh, ia masih punya segudang impian yang ingin ia wujudkan sebelum menikah. Tapi, 6 bulan ini? Progress apa yang sudah mereka berdua capai?

Kinan ingat cerita Kak Ros yang hampir 'mirip' dengannya.

"Dulu, Mas Raga juga seperti itu. Jujur, Kakak juga tersiksa, 'digantung' dengan kondisi 'nggak normal' macam ini. Tapi, jujur juga...Kakak sudah terlanjur menyerahkan hati kakak. Akhirnya ada momentum yang membuat Mas Raga harus segera 'bertindak'. Waktu kakak 'ditawari' taaruf dengan abang temen kakak. Waktu Mas Raga denger itu, Mas Raga langsung pulang ke Indonesia untuk melamar kakak, hehehe... Emang harus sie, biar kelihatan seberapa niat dia mau meminta kakak sama orang tua kakak"


Kinan hanya senyum sekilas. Tapi hatinya berdenyut aneh. Nyeri lagi. Rasanya ia tak bisa 'menuntut' Mas Fikri-nya berbuat seperti apa yang Mas Raga lakukan. Meski sebenarnya Kinan sudah mengalami seperti yang Kak Rosita rasakan dulu.

6 bulan terakhir, sudah 3 laki-laki datang padanya untuk menyatakn keinginannya agar Kinan mau menjad pendamping hidupnya. Tapi Kinan selalu menolak.

"Apa sudah ada orang yang 'mengikatmu',Kin?" pertanyaan hampir seragam selalu terlontar dari ketiga laki-laki itu.

Kinan menghela napas. "Hmm, masih banyak tanggungan. Belum mikir untuk nikah."
Baru kali ini, hanya hatinya yang tidak setuju lisannya berbohong. Pikiran dan lisan sudah kompak rasanya menyampaikan 'alibi' itu. Padahal...

Ahh, lagi-lagi pertanyaan itu muncul lagi di kepala Kinan.
"Kenapa Mas Fikri harus datang sekarang??"

0o0

Sebuah pesan singkat diterima Kinan sehari setelah acara resepsi pernikahan Kak Rosita dengan Mas raga dihelat.

"Hei, aku sudah buka kado darimu. Makasih ya,sayang...Mas Raga suka, malah request biar aku pakai gamis dari kamu pas lebaran nanti... Oh iya, kami berdua doain kamu sama mas Fikri deh, biar dimudahkan...:)"

Kinan tersenyum pias, lalu mulai mengetikkan balasan untuk Kak Ros.
"Sama-sama ya Kak...Pernikahan kakak kemarin bikin aku termotivasi dehh...Tapi bukan untuk terburu-buru. Melainkan lebih menyiapkan diri untuk menghadapi fase baru nanti..."


Kinan meng-underlined kata-katanya sendiri. Nanti. Entah kapan.

Balasan lagi datang...
"Iya, dek...Sabar dan terus ikhtiar yaa...Semua akan indah pada waktunya"

Butuh beberapa menit untuk Kinan memformulasikan perasaannya dan kata-kata yang tepat untuk mewakilkannya.

"Ya, Kak... I still believe it"


0o0

Eternal Flame, and everything was start here...

>> 6 Oktober 2010

Kinanti masih tidak percaya dengan apa yang dibacanya. Dilepasnya kacamata minus setengah miliknya. Setelah beberapa kali ia mengucek matanya yang sama sekali tak gatal, ia pasang kembali alat bantu lihat-nya itu. Masih sama. Kinan tidak salah lihat!
Ingin sekali ngomong sebenarnya. But how??
OK. Saya tunggu, Kalo beneran mau cerita 
OK. saya akan katakan saja. Dgn sgala konsekwensinya. I'm not sure. Ga yakin. It feels weird. A little bit 
What 'it' about? 
I think I started to feel that we are more than just friend, Al. All the jokes, all the conversations empowering each other. It's all feels different to me. Sorry to say. Mudah-mudahan kamu mengerti maksud perkataan saya. You are 'special' (*sambil nutup muka pake bantal). Sorry, Sorry, I'm so sorry...

Mendadak jantung Kinan berdegup tak karuan. Yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Sudah tak terdefinisikan lagi ritmenya.
Jujur, saya pusing.
Ya. Saya ngerti. Saya juga. Walaupun ada perasaan 'lega' juga setelah mengatakannya. 
 Ga ngerti juga mesti gimana.
May I ask you a question? Only simple question. I promised. 
Mampus! Ini dia. Kinan ga sanggup menjawab apapun kalo benar orang ini menanyakan perasaannya.
 Nope. No, untill I'm ready. *Serius. Gemetar tangan saya ngetiknya
Sial! kenapa mesti sejujur ini! Kinan mengutuk tulisannya sendiri. Sayang di chat ini tidak ada option 'cancel'!
Ok. Very, very simple.
Kinan menarik napas dalam-dalam. Semoga bukan 'jawaban' yang orang ini tanyakan.
Ok. What is it?
May I, Kinan? a very simple question. I just wanna ask you. Do you feel the same,Kin? 
Reflek Kinan melipat notebooknya. Napasnya masih memburu mengiringi jantungnya yang kian panik. Dunia rasanya berputar lambat baginya. Halloo, ini mimpi kan? Kuharap cepatlah pagi!

Butuh waktu hampir setengah jam untuk meredam degup jantungnya. Ia buka lagi notebook yang ter-sleep  karena tingkah groginya.
Ragu, ia mengaktifkan lagi akun facebooknya. Ekor matanya melirik chat-room yang belakangan secara tak sadar selalu ia tunggu ke'aktif'annya. Humm, offline.

Kinan memutuskan untuk segera mengakhiri malamnya. Shut down. Ia sidah berbaring dengan muka tertutup selimut tebal itu, seolah malu kalau cicak mengetahui wajah merahnya.

Kemudian ia memastikan, malam ini Kinan bakalan susah tidur!

Minggu, 08 April 2012

Baru Aku Tahu, Cinta Itu Apa

>> 15 Agustus 2010

Kinanti mengayuh sepeda anginnya dengan lemah. Bukan karena puasanya hari ini. Bukan juga karena cuaca Surabaya memang tak sedang bersahabat. Tapi apa yang kejadian tadi pagi tetap saja menggelayut di otaknya dan enggan pergi.

Hatinya begitu sesak mendengar keputusan sepihak si Mas’ul syuro’ untuk tetap mendudukkannya di amanah yang ia enggan menerimanya. Ia ingin berkembang. Ia ingin keluar dari lingkaran kecil ini. Masa begitu saja nggak ngerti!

Seorang kader dakwah harus siap menerima amanah apapun, kapanpun. Karena pada dasarnya ia adalah air, yang menyuburkan dimanapun tempat yang ia lewati, ia singgahi. Dan meskipun itu terkadang tidak sesuai dengan kehendak hati, yakinlah bahwa amanah itu bukan datang dari manusia, tapi Allah yang memilih antum untuk mengemban amanah ini.

Taujih singkat yang barusan ia dengar sebagai penutup forum syuro’ pagi tadi, tak juga membuat Kinanti lega hati. Segudang pertanyaan menyeruak dalam pikirannya. Dianggap tidak mampukah dia? Dalam hati ia cemburu pada teman-teman satu lingkarannya yang diamanahi di forum yang lebih tinggi diatasnya.

Sampai di kamar mungil di tempat kosnya tercinta, Kinan tak sabar untuk segera menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur. Sesaat tubuhnya mendarat, tak kuasa lagi ia menahan butiran air yang menghambur keluar.

Drrrtt…Drrrttt. Getar ponsel dalam tas yang masih disandangnya tak urung membuat tangis Kinan berhenti sejenak.

Dek Sylvia. Ia menyeka matanya yang masih berembun untuk mempertajam penglihatannya yang mengabur.

Assalamu’alaikum, kakak…^^. Long time no see yuhh! Sylvi Cuma mau ngasih kabar nie, kalo akhir semester ini acara Tafakkur Alam mau diadain lagi di Poncol. Seperti biasa, Sylvi mau minta kakak untuk ngisi, kan sekalian refreshing kak, daripada musingin kampus terus, hehe…Mau yah, yah, yah??
PS: tidak menerima penolakan! :p


Bukannya terhibur, Kinan justru semakin terisak. Akhir semester ada agenda besar di kampusnya. Kenapa amanah ini begitu menyiksanya? Merenggut kebahagiaannya menikmati dakwah di sekolah yang baru 2 tahun ditinggalkannya. Mengurung kebebasannya berekspresi. Terpaksa harus mengakui dan mengikuti apa itu yang namanya ‘keputusan syuro adalah keputusan tertinggi’.

Tapi sayang Kinan tidak dilahirkan sebagai gadis pemberontak. Bagaimanapun dia adalah gadis jawa yang penurut. Penolakan hatinya hanya berhenti di ujung tenggorokan yang akhirnya tak mampu ia ucapkan. Hanya bulir-bulir air yang terkadang merembes membasahi pipi yang ia tutupi dengan menunduk dalam, seperti menghayati instruksi yang diberikan padanya.
0o0
Malam ini Kinan menuruti ajakan teman-teman kosnya untuk safari masjid. Tarawih di masjid besar lain yang sedikit jauh dari tempat kosnya. Lagi-lagi Kinan hanya menurut saja, meski kepalanya masih berat memikirkan peristiwa tadi pagi.

Rupanya ada sesuatu yang lain yang sedang dipersiapkan Allah untuk menjawab kegalauan hatinya. Itu adalah ceramah ‘biasa’, sebelum shalat witir dilaksanakan.
Lewat speaker masjid diatas kepalanya, suara penceramah itu begitu jelas menyapa telinga Kinan. Sang ustadz menyitir sebuah hadist yang dengan kepiawaiannya menjadi sebuah 'dongeng' yg menarik untuk disimak.

Umar bin Khattab ra. pernah berkata pada Rasulullah,"Ya Rasul, sesungguhnya aku mencintaimu melebihi harta perniagaanku, istri, dan seluruh apa yang aku miliki seperti aku mencintai diriku sendiri". Lalu Rasulullah menjawab,"Sungguh, engkau belum benar-benar mencintaiku (beriman padaku), karena seseorang yang beriman padaku, akan mencintaiku lebih dari nyawanya sendiri". Sejenak Umar ra. terdiam, kemudian berikrar,"Baik Ya Rasululllah, mulai saat ini aku mencintaimu lebih dari diriku sendiri."

Taujiih singkat itu merasuk dalam pikiran Kinan. Tepat menohok relung hatinya. Karena ia pernah berpikir untuk lari dari sebuah amanah dakwah. Wajar kiranya jika manusia yang dibekali dengan akal, akan membanding-bandingkan apa yang dimilikinya. Di kampusnya, yang ia sebut sebagai ‘rumah baru’, tak banyak kebahagiaan yang Kinan rasakan. Banyak tuntutan yang menimbulkan kepenatan. Banyak kekecewaan yg membuat diri dan jiwanya lelah melangkah. Terlalu banyak tangisan dibanding senyuman. Jauh jika dibandingkan di SMA-nya, yang ia sebut sebagai 'rumah lama'. Keceriaan, Ukhuwwah rasanya itu lebih dari cukup untuk membuat dirinya menjadi betah berdakwah. Semangat berjuang bersama orang-orang yang sangat menghargai segala yang ia lakukan, menguatkan diri Kinan. Sanjungan dan pujian tak jarang ia dapatkan di ‘rumah lama’ dibandingkan di 'rumahnya yang baru'.

Kemudian saat Kinan ‘hijrah' ke tempat asing yang ia sebut sebagai ‘rumah baru’, sungguh berbeda rasanya. Hatinya masih terikat di 'rumah' yang lama. Meski raganya bekerja keras di 'rumah baru’,nya tapi rasanya sulit sekali untuk ikhlas, karena Kinan merasa apresiasi yang ia terima tak sepadan dengan usaha yang ia lakukan.

Dan saat ini, ketika amanah itu datang bersamaan dari 'rumah' yang baru dan yang lama. Ingin rasanya Kinan lari dari amanah yang menguras waktu, tenaga, pikiran dan emosi jiwanya. Pasti menyenangkan rasanya berkumpul dengan adik-adik yang menyayanginya di 'rumah' yang lama. Mereka masih kecil, masih butuh dukungan dan bimbingan dari kakak yang bersedia memberikan apapun untuk 'rumah' yang telah membesarkannya ini.

Tapi lagi-lagi keterpaksaan dijadikan alasan bagi Kinan untuk menahan ekspresi penolakannya, memaksa dirinya untuk bertahan di 'rumah' baru ini. Karena 'rumah' baru ini rapuh. Tak banyak orang yang mau menjaganya. Lantas bagaimana kalo 'rumah' ini tiba-tiba roboh? Meski Kinan merasa bukan sepenuhnya tanggung jawabnya, pasti menyakitkan rasanya membayangkan dakwah tak lagi tegak di 'rumah baru’nya.

Lalu dengan menahan sakit, penat, dan kerinduan amat mendalam pada 'rumah' yang lama, Kinan putuskan untuk bertahan di 'rumah baru' ini. Meski dengan konsekwensi jika tonggaknya roboh, dia harus menyediakan tubuhnya menjadi penopang 'rumah' ini. Jika tiangnya retak, maka Kinan harus menguatkannya, meski sebenarnyaia merasa dirinya tak sekuat itu.

Lalu pertanyaan-pertanyaan besar memenuhi pikiran Kinan. “Mengapa saya yang harus melakukan ini semua? Apa yang saya dapatkan disini? Hanya lelah sajakah? Bukankah sama saja, dakwah yang diperjuangkan? Hanya bedanya d 'rumah' yang lama kewajiban saya hanya tinggal menyuburkannya, tapi disini saya harus mencangkuli untuk menggemburkannya, belum lagi harus siap menjadi 'pupuk' ketika tanahnya kering kerontang.

Dan apa yang barusan ia dengar lewat kotak hitam diatas kepalanya itu menjadi jawaban dari segala pertanyaannya. Ternyata Kinan mulai mencintai 'rumah' saya yang baru. Mengapa ia bersedia sakit hati, merasa penat dan lelah disini. Ternyata cinta bisa membuat manusia mengorbankan kebahagiaannya di tempat yg lain.

Kinan menyadari, bahwa mungkin banyak teman-temannya merasakan hal yang sama, merasa lelah dan ingin pergi meninggalan 'rumah' yang saat ini mereka jaga. Tapi Kinan yakin, semua itu adalah bentuk ujian kesetiaan buatnya. Bukankah, tidak akan diterima pengakuan iman seseorang sebelum ia mendapat ujian atas pernyataan iman (cinta)nya?

Kinan mengkaji ulang kenginginnya untuk keluar dari 'rumah' ini. Karena suatu hari nanti, bisa jadi ia menangisi keputusannya. Ketika kejayaan islam benar-benar tegak di 'rumah' ini, barangkali ia akan menyesali,"Kenapa bukan saya yang menjadi salah seorang dari muharrik-muharrik yang sekarang merayakan kemenangannya?"

Dengan memantapkan hati, Kinan membalas sms Dek Sylvi yang tadi siang masuk ke ponselnya.

Isinya? Permintaan maaf karena absennya pada kegiatan puncak Rohis SMA-nya yang belum pernah Kinan lewatkan sebelumnya. Sekaligus kalimat semangat, supaya bertambah cintalah mereka, adik-adik yang ia tinggalkan di ‘rumah yang lama’ pada amanah yang saat ini mereka jaga.

Sent.

Terukir senyum di bibir Kinan untuk merayakan hatinya yang kini terasa lega.
0o0

Jumat, 30 Maret 2012

Pak Polisi


Sudah tiga kali Indra membolak-balik biodata yang cuma 2 lembar folio itu di tangannya.
Sekali lagi dia menajamkan pandangannya. Ia betulkan letak kacamatanya yang tidak bermasalah. Ia eja sekali lagi.

Pekerjaan orang tua : Polisi.

Indra mendesah pelan. Kenapa harus polisi?

Ia ulang baca biodata itu secara lengkap sekali lagi. Keempat kalinya. Tidak ada masalah untuk yang lain, ia rasa. Track record anak ini bagus, setidaknya itu yang banyak Indra dengar dari rekan-rekan satu forumnya. Hmm... Polisi.

0o0

Berawal dari kegelisahannya karena berulang kali ditanya orang tuanya. "Nak, kapan kamu nikah?". Indra bertanya pada dirinya sendiri. Merasa tak menemukan jawaban, ia pasrahkan pada Tuhannya. Dan dari 2 kali tanda yang ia lihat dalam mimpi. Nama itu akhirnya yang ia pilih.

Tak sesulit yang indra bayangkan sebelumnya. Setelah terdiam beberapa menit, gadis itu mengiyakan untuk melakukan 'proses' perkenalan dengannya. Tentu saja Indra tak memungkiri, untuk memencet rangkaian nomor HP gadis itu saja, ia gemetaran. Kalau saja Bang Rois, pembinanya tidak menguatkan niatnya, mungkin saja ia urung menghubungi gadis pilihannya itu.

0o0

Sebenarnya Indra tak ada masalah dengan apapun profesi orang tua gadis itu. Asal halal, itu saja cukup. Tapi rasanya, melihat 'cetakan'nya saja seperti itu, apa iya orang tuanya sama seperti polisi yang ia bayangkan?

Indra masih ingat, petuah kakeknya ketika ia hampir lulus SMA. "Kamu boleh jadi PNS apapun, asal bukan polisi!"

Bagi keluarga Indra, sudah banyak tinta merah yang sudah ditorehkan oleh oknum-oknum polisi yang tidak bertangguang jawab di rapor ingatan mereka. Mulai dari asal tilang (benar-benar asal-asalan!)yang kelihatan mencari-cari kesalahan, hingga yang terparah adalah asal tangkap!

Ya, paman Indra pernah dipenjara 3 minggu karena salah paham. Polisi mencurigainya sebagai penadah kendaraan curian. Padahal paman Indra hanya menerima titipan motor dari seseorang yang baru dikenalnya.
Memang akhirnya masalah itu selesai. Tapi perlu waktu yang lebih lama lagi untuk memulihkan nama baik keluarga Indra, apalagi kakek Indra adalah seorang yang disegani sebagai pemilik pondok pesantren di daerahnya.
Ditambah lagi, ada oknum yang meminta 'tebusan' yang tak masuk akal untuk memuluskan perkara paman Indra. Sudahlah, itu saja sudah membuat nama Polisi begitu jelek di meta keluarga Indra. Sampai-sampai setiap kali kena macet, ayah Indra selalu merutuk, "Ini polisi pada ngapain aja sih, jadi macet begini! makan gaji buta ya?".
Apalagi ibunya yang selalu mengomel saat melihat berita miring tentang kinerja polisi di negara ini. Segalanya. Apapun, rasanya tak ada yang benar tentang profesi ini.


Indra menarik napas dalam. Keluarganya 'saja' kan yang bermasalah? Baginya tidak. Indra tetap akan memenuhi janjinya untuk bersilaturrahim dengan keluarga gadis itu.

Ok, mantapkan langkah.
Bismillah...

0o0

Sepertinya bukan keputusan yang tepat mengajak si Enda dalam 'misi' penting ini. Padahal ia sudah memenuhi hak motor jadul ini. Bensin full. Mesin (sepertinya) oke. Tapi motor honda legenda keluaran tahun 2001 ini tak juga mau bersahabat dengan niatnya yang sudah bulat. Hufft. Indra harus bersabar mendorong motornya yang mogok. Padahal sedikit lagi, menurut alamat yang diberikan gadisnya itu, ia sudah akan sampai tujuan.

Indra dan Enda-nya telah sampai di desa kelahiran dan tempat dibesarkan si gadis. Indra tak menyangka akan sampai juga ia 'berpetualang' di daerah terpencil yang belum pernah ia dengar namanya itu.

Karena kepayahan mendorong motor, ia sandarkan Enda di batang pohon besar di pinggir jalan ini. sementara ia celingukan mencari bantuan. Sekedar bengkel kecil atau semacamnya. Menelpon si gadis? Ah, gengsi lah! Belum apa-apa bisa-bisa ia sudah dicap manja. Apalagi dia punya keturunan militer. Maka cepat-cepat Indra menghapus opsi paling konyol itu dalam kepalanya.

Belum lama Indra mencukupkan istirahatnya, seorang bapak mendatanginya. Dengan menaiki sepeda dan cangkul dipanggul di bahu kanannya, si bapak hati-hati memberhentikan kendaraannya di depan Indra beristirahat.

"Sedang apa, nak? Sepertinya ada masalah dengan motor kamu ya?" sapa bapak itu ramah.

"Emm, kurang tahu pak. Sedang malas saja motor ini saya ajak jalan-jalan. Manja." Ups! Entahlah. Kalimat itu keluar begitu saja dari mulutnya.

Bapak berumur 50 tahunan itu terkekeh. "Kamu ini bisa saja. Lantas, mau kemana kamu? Sepertinya bukan anak daerah sini ya? Nyasar?"

"Wahh, jangan sampai lah pak saya nyasar, orang saya mau menjemput jodoh saya..."

Nah, loo..kelepasan lagi! Indra mengutuk mulutnya yang asal bicara.

"Anak siapa yang mau kamu jemput? Bapak hapal orang-orang daerah sini, barangkali bapak tahu rumah gadis yang kamu bicarakan.." Bapak itu membetulkan cangkul yang dipanggulnya.

"Saya mencari rumah Pak Suradi. Emm..yang polisi itu pak. Bapak kenal?" Indra juga tak mengerti kenapa lidahnya masih ragu menyebutkan profesi itu. Mungkin bayangan angker ayah gadis itu belum hilang juga dari benaknya.

Sudahlah. Ini cuma paranoid saja! Indra menenangkan diri. Toh, dia belum pernah sekalipun bertemu dengan orang tua gadis itu, membayangkannya saja baru sekarang.

"Ooh, pak suradi. Ya ya, bapak kenal... Tidak jauh lagi dari sini. Karena tidak mungkin meninggalkan motormu disini, lebih baik dibawa saja ke rumah bapak, nanti saya antar ke rumah beliau."

Belum lama Indra terbengong karena tawaran itu, Bapak itu berkata lagi "Ayo, sama-sama menuntun kendaraan manja. Sepeda ini juga sering ndak mau diajak jalan-jalan..."

Indra tertawa. Ternyata ramah sekali bapak ini.

Di sepanjang jalan, Indra menceritakan tentang keperluannya dengan gadis itu dan orang tuanya. Bapak itu menanggapinya dengan sangat baik. Sudah seperti sahabat lama saja mereka. Dan perasaan ini, yang Indra sendiri tak mampu mendefinisikannya, membuat Indra sangat terbuka menceritakan segalanya, termasuk keresahannya menemui calon 'orang tua kedua'nya itu. Begitu juga dengan si bapak, yang menceritakan kesehariannya selain di sawah. Ternyata bapak ini juga menjadi anggota takmir masjid di desa itu.

"Cuma seksi kebersihan saja kok..." bapak itu tertawa merendah. Namun bagi Indra, justru pekerjaan itulah ladang amal yang sering dianggap remeh dan tak banyak orang mau menerimanya.


Tak sampai setengah jam, Bapak yang Indra lupa tanyai namanya itu berhenti di sebuah rumah yang meskipun tak besar, tapi cukup terlihat 'beda' daripada rumah-rumah sebelumnya yang Indra lewati di desa itu.

"Silahkan mampir dulu nak. Pasti kamu capek, karena energi kita bukan hanya terkuras untuk menuntun 'kawan' manja kita ini, tapi habis juga karena kisah berepisode-episode yang kita ceritakan tadi"

Indra tertawa lagi.

"Sebentar, silahkan istirahat dulu di ruang tamu. Saya cuci kaki dulu, maklum dari sawah. Nanti ada anak saya yang mengantarkan teh buat nak Indra"

Sebelum Indra mengucapkan "tidak usah repot-repot" atau sekedar terima kasih, bapak itu sudah menghilang, masuk ke dalam rumah.

Bapak yang ramah. Seandainya saja orang tua yang akan ia temui sama ramahnya seperti itu. Ahh, bayangan angker itu berkelebat sekali lagi. Meskipun Indra dan bapak itu banyak bercerita di sepanjang jalan tadi, tapi bapak itu tak banyak bercerita tentang Pak Suradi yang katanya ia kenal.

Indra melirik jam tangannya. Sudah lewat 2 jam dari janjinya. Sekarang ia benar-benar khawatir akan kemarahan calon mertuanya itu.

Indra memberanikan diri pamit pada bapak yang baik itu. Tentunya bapak itu akan mengerti, bahwa Indra memang sedang menjalankan 'misi' penting, berhubungan dengan masa depannya. Indra tidak mau merepotkan bapak yang kelihatan lelah setelah seharian di sawah itu. Dia bisa menanyakan alamat gadisnya pada tetangga yang lain.

"Assalamu'alaikum" Indra melongokkan kepalanya kedalam ruang tamu yang kelihatan sepi.

Entah apa yang merasukinya, tanpa ada yang mengizinkan, ia nekat saja duduk didalam ruangan 4x4m itu. Toh, tadi sudah dipersilahkan.. Kata batinnya. Membela diri.

Matanya berpendar ke seluruh penjuru ruangan. Dan matanya terpaku pada sebuah foto yang terpajang cukup jelas di dinding ruang tamu itu.

Sebuah foto keluarga. Bapak itu bersama istri dan 3 anak gadisnya yang berpakaian batik rapi kecuali sang bapak yang berpakaian...POLISI! Dan lihat siapa gadis berjilbab hijau yang duduk ditengah2 foto itu. Dia gadis yang menjadi tujuannya ke desa ini.

Allahu Akbar!

Mendadak keringat yang keluar dari tubuh Indra yang semula hangat menjadi dingin. Kepalanya pening. Jantungnya berdegup tak karuan ritmenya. Indra mengulang-ulang kalimat istighfar untuk menenangkan hatinya.

Jadi bapak itu...??

0o0

Indra hanya mampu tersenyum pias menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Pak Suradi. Bapak yang telah menolngnya yang ternyata ayah pilihan hatinya.

"Yaa, bapak ya begini ini kalau sedang libur dinas. Mengurus sawah yang nanti jadi hak adiknya Sarah. Untuk biaya kuliahnya. Kalau Sarah kan sebentar lagi sudah ada kamu yang menanggung..." diakhiri tawa terbahak dari wajah berkumis lebat itu.

Huffhhh...Indra justru lega mendengar tawa lepas itu. Ternyata rencana Allah unik juga, ya?. Indra tak henti-hentinya berucap hamdallah dan takbir untuk merayakan kebahagiaan hatinya.

Dengan bangga akan ia ceritakan pada segenap keluarganya bahwa polisi tak sejelek yang mereka duga. Sosok sederhana yang juga tak kehilangan wibawanya meski tanpa seragam akan menjadi bahan obrolan hangat diantara pembicaraan keluarga Indra sore ini.

Yess! Alhamdulillah... Indra berteriak dalam hati.


#Fiksi#