>> 6 Oktober 2011
"Qobiltu nikahaha..."
Suara Mas Raga memecah hening seisi aula yang dijadikan tempat resepsi sekaligus akad nikah ini. Tegas dan pasti.
Tes...Tes...
Kinan menghapus airmata yang mulai menganak sungai di pipinya. Ini pernikahan pertama yang begitu mengharukan baginya. Sayang, bukan dia pelaku utama dalam adegan sakral itu.
Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri agar tak menangis di tempat ini. Bahkan kemarin dengan senyum lebar dia meyakinkan Kak Rosita agar 'jabatan' koordinator dokumentasi dalam kepanitiaan pernikahan itu diberikan padanya. Kalau begini caranya, kamera DSLR punya Kak Ros bisa basah nie...
0o0
"Maaf Kin, Mas belum bisa dalam waktu dekat ini..."
Cuma itu yang terucap dari bibir laki-laki yang sudah dipilihnya itu. Saat itu Kinan merasa fine-fine saja mendengarnya. Toh, ia masih punya segudang impian yang ingin ia wujudkan sebelum menikah. Tapi, 6 bulan ini? Progress apa yang sudah mereka berdua capai?
Kinan ingat cerita Kak Ros yang hampir 'mirip' dengannya.
"Dulu, Mas Raga juga seperti itu. Jujur, Kakak juga tersiksa, 'digantung' dengan kondisi 'nggak normal' macam ini. Tapi, jujur juga...Kakak sudah terlanjur menyerahkan hati kakak. Akhirnya ada momentum yang membuat Mas Raga harus segera 'bertindak'. Waktu kakak 'ditawari' taaruf dengan abang temen kakak. Waktu Mas Raga denger itu, Mas Raga langsung pulang ke Indonesia untuk melamar kakak, hehehe... Emang harus sie, biar kelihatan seberapa niat dia mau meminta kakak sama orang tua kakak"
Kinan hanya senyum sekilas. Tapi hatinya berdenyut aneh. Nyeri lagi. Rasanya ia tak bisa 'menuntut' Mas Fikri-nya berbuat seperti apa yang Mas Raga lakukan. Meski sebenarnya Kinan sudah mengalami seperti yang Kak Rosita rasakan dulu.
6 bulan terakhir, sudah 3 laki-laki datang padanya untuk menyatakn keinginannya agar Kinan mau menjad pendamping hidupnya. Tapi Kinan selalu menolak.
"Apa sudah ada orang yang 'mengikatmu',Kin?" pertanyaan hampir seragam selalu terlontar dari ketiga laki-laki itu.
Kinan menghela napas. "Hmm, masih banyak tanggungan. Belum mikir untuk nikah."
Baru kali ini, hanya hatinya yang tidak setuju lisannya berbohong. Pikiran dan lisan sudah kompak rasanya menyampaikan 'alibi' itu. Padahal...
Ahh, lagi-lagi pertanyaan itu muncul lagi di kepala Kinan.
"Kenapa Mas Fikri harus datang sekarang??"
0o0
Sebuah pesan singkat diterima Kinan sehari setelah acara resepsi pernikahan Kak Rosita dengan Mas raga dihelat.
"Hei, aku sudah buka kado darimu. Makasih ya,sayang...Mas Raga suka, malah request biar aku pakai gamis dari kamu pas lebaran nanti... Oh iya, kami berdua doain kamu sama mas Fikri deh, biar dimudahkan...:)"
Kinan tersenyum pias, lalu mulai mengetikkan balasan untuk Kak Ros.
"Sama-sama ya Kak...Pernikahan kakak kemarin bikin aku termotivasi dehh...Tapi bukan untuk terburu-buru. Melainkan lebih menyiapkan diri untuk menghadapi fase baru nanti..."
Kinan meng-underlined kata-katanya sendiri. Nanti. Entah kapan.
Balasan lagi datang...
"Iya, dek...Sabar dan terus ikhtiar yaa...Semua akan indah pada waktunya"
Butuh beberapa menit untuk Kinan memformulasikan perasaannya dan kata-kata yang tepat untuk mewakilkannya.
"Ya, Kak... I still believe it"
0o0
"Qobiltu nikahaha..."
Suara Mas Raga memecah hening seisi aula yang dijadikan tempat resepsi sekaligus akad nikah ini. Tegas dan pasti.
Tes...Tes...
Kinan menghapus airmata yang mulai menganak sungai di pipinya. Ini pernikahan pertama yang begitu mengharukan baginya. Sayang, bukan dia pelaku utama dalam adegan sakral itu.
Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri agar tak menangis di tempat ini. Bahkan kemarin dengan senyum lebar dia meyakinkan Kak Rosita agar 'jabatan' koordinator dokumentasi dalam kepanitiaan pernikahan itu diberikan padanya. Kalau begini caranya, kamera DSLR punya Kak Ros bisa basah nie...
0o0
"Maaf Kin, Mas belum bisa dalam waktu dekat ini..."
Cuma itu yang terucap dari bibir laki-laki yang sudah dipilihnya itu. Saat itu Kinan merasa fine-fine saja mendengarnya. Toh, ia masih punya segudang impian yang ingin ia wujudkan sebelum menikah. Tapi, 6 bulan ini? Progress apa yang sudah mereka berdua capai?
Kinan ingat cerita Kak Ros yang hampir 'mirip' dengannya.
"Dulu, Mas Raga juga seperti itu. Jujur, Kakak juga tersiksa, 'digantung' dengan kondisi 'nggak normal' macam ini. Tapi, jujur juga...Kakak sudah terlanjur menyerahkan hati kakak. Akhirnya ada momentum yang membuat Mas Raga harus segera 'bertindak'. Waktu kakak 'ditawari' taaruf dengan abang temen kakak. Waktu Mas Raga denger itu, Mas Raga langsung pulang ke Indonesia untuk melamar kakak, hehehe... Emang harus sie, biar kelihatan seberapa niat dia mau meminta kakak sama orang tua kakak"
Kinan hanya senyum sekilas. Tapi hatinya berdenyut aneh. Nyeri lagi. Rasanya ia tak bisa 'menuntut' Mas Fikri-nya berbuat seperti apa yang Mas Raga lakukan. Meski sebenarnya Kinan sudah mengalami seperti yang Kak Rosita rasakan dulu.
6 bulan terakhir, sudah 3 laki-laki datang padanya untuk menyatakn keinginannya agar Kinan mau menjad pendamping hidupnya. Tapi Kinan selalu menolak.
"Apa sudah ada orang yang 'mengikatmu',Kin?" pertanyaan hampir seragam selalu terlontar dari ketiga laki-laki itu.
Kinan menghela napas. "Hmm, masih banyak tanggungan. Belum mikir untuk nikah."
Baru kali ini, hanya hatinya yang tidak setuju lisannya berbohong. Pikiran dan lisan sudah kompak rasanya menyampaikan 'alibi' itu. Padahal...
Ahh, lagi-lagi pertanyaan itu muncul lagi di kepala Kinan.
"Kenapa Mas Fikri harus datang sekarang??"
0o0
Sebuah pesan singkat diterima Kinan sehari setelah acara resepsi pernikahan Kak Rosita dengan Mas raga dihelat.
"Hei, aku sudah buka kado darimu. Makasih ya,sayang...Mas Raga suka, malah request biar aku pakai gamis dari kamu pas lebaran nanti... Oh iya, kami berdua doain kamu sama mas Fikri deh, biar dimudahkan...:)"
Kinan tersenyum pias, lalu mulai mengetikkan balasan untuk Kak Ros.
"Sama-sama ya Kak...Pernikahan kakak kemarin bikin aku termotivasi dehh...Tapi bukan untuk terburu-buru. Melainkan lebih menyiapkan diri untuk menghadapi fase baru nanti..."
Kinan meng-underlined kata-katanya sendiri. Nanti. Entah kapan.
Balasan lagi datang...
"Iya, dek...Sabar dan terus ikhtiar yaa...Semua akan indah pada waktunya"
Butuh beberapa menit untuk Kinan memformulasikan perasaannya dan kata-kata yang tepat untuk mewakilkannya.
"Ya, Kak... I still believe it"
0o0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar