Senin, 24 Oktober 2011
Untukmu, yang Merasa Hidup Ini Begitu Tak Adil
Untuk Anda yang pernah mengatakan bahwa hidup ini begitu tak adil bagimu. Istighfarlah, krn bukankah itu sama dengan Anda menghakimi bahwa Allah juga begitu??
Sering saya dengar orang bilang, “hidup itu kadang gak adil, walaupun begitu…..”. Sebenernya, saya sedikit sebal mendengar kata-kata ini. Kenapa? Karena sepertinya secara gak langsung mengatakan bahwa Tuhan itu juga kadang gak adil. Koq bisa? Tentu saja. Siapa sih pencipta kehidupan ini? Tuhan kan? Kalo apa yang diciptakan itu kadang gak adil, berarti sama juga donk dengan yang menciptakan. Ciptaan, sedikit banyak juga “menggambarkan” penciptanya,kan?
Mungkin ada yang marah mendengar komentar saya di atas. Tapi, jujur, saya sebel. Dan, yah, sedikit banyak , saya merasa kata-kata itu adalah pembenaran, sekaligus penghiburan. “hidup kadang gak adil”, itu adalah ungkapan “emosi” kita karena melihat “ketidakadilan kehidupan”(itu adalah pendapat menurut kita), sedangkan kata-kata,”walaupun begitu….”, itu adalah penghiburan atas ketidakadilan yang kita rasakan, agar kita dapat terus maju.
Tapi, bukankah dengan begitu, kita secara gak langsung jadi meragukan keadilan Tuhan? Pada suatu titik, bisa jadi karena pemikiran seperti itu, kita justru “marah” kepada Tuhan. Karena terus memaksakan pemikiran seperti itu, namun kenyataannya selalu kembali pada hal yang sama. Pun, jika tidak “marah”, seringkali kita jadi menutup hati dan mata kita atas segala realitas yang ada.
Selama ini, kita seringkali mendefinisikan adil sebagai sama rata. Sesuatu dikatakan adil, jika sama-sama memiliki…..Padahal, seperti kita tahu, sudah menjadi sunnatullahNya/kodratNya manusia itu berbeda. Berbeda dalam kepribadian, kondisi, ataupun fisik. Jika manusia tercipta dalam kondisi yang sama, apakah itu bisa dikatakan manusia? Bukankah kalo’ kaya’ gitu jadinya sama dengan barang-barang pabrikan ciptaan manusia, yang diciptakan dalam kondisi yang sama, dan hasil yang sama?
Apakah kita mau memiliki kualitas yang sama dengan barang-barang pabrikan itu? Lalu, jika itu terjadi, bagaimanakah dengan kelebihan yang dimiliki manusia dengan keberagaman yang mereka miliki (dibahas lebih lanjut di lain posting). Benarkan keadilan itu sesuatu yang justru membuat kita tidak istimewa? Lalu, yang perlu ditanyakan kembali, benarkah yang itu yang dinamakan keadilan? Sama rata? Jika tidak, lalu apakah itu keadilan?
Menurut saya, keadilan itu, ada pada sunnatullahNya, hukum Tuhan, atau kadang ada yang menyebutnya hukum alam. Apa maksudnya? Dengan adanya sunnatullah, kita dapat hidup secara adil.
Misalnya saja :
Dengan berbagai sunnatullah yang telah Ia atur, manusia yang awalnya merasa kering akan kasih sayang dan cinta, mendapatkan kesempatan yang sama untuk merasakan hal yg sama dengan manusia pada umumnya. Pun ketika seseorang merasakan patah hati, yang bisa membuat mata menjadi gelap dan tak mampu melihat secercah cahaya harapan dari sang mentari pagi, Andai saja ia mau membuka hati, banyak tangan kan terulur untuknya, mungkin bukan dr org yg dikehendakinya, tp kadang hal itu datang dr org2 yg tak pernah ia kira sebelumnya.
Sama halnya dengan orang yang memiliki keterbatasan. Apapun keterbatasan yang mereka miliki, itu bukan halangan bagi mereka untuk hidup bahagia dan sukses. Asalkan mereka menjalankan sunnatullahNya. Bahkan bisa jadi kebahagiaan mereka mungkin “lebih” dari orang yang tampak sempurna dari penglihatan manusia.
Adil bukan?Setiap orang mendapatkan hal yang setimpal untuk perbuatan mereka. Setiap orang memiliki kesempatan untuk meraih keinginannya. Setiap orang pasti akan mendapat konsekuensi dari setiap perbuatan mereka. Tersedia begitu banyak jalan buat kita. Tinggal bagaimana kita memilih dan menjalankan konsekuensinya.
Keadilan, bukan terletak pada kondisi yang terlihat, tetapi dari “jalan-jalan” yang kita pilih dan “pengorbanan” untuk mencapainya, dari kesempatan dan potensi yang terbuka untuk mencapai “kesuksesan”. Sekalipun, ia gak mencapainya dalam satu waktu, tetapi bukan berarti ia gak akan bisa mencapai tujuannya. Bahkan, ia mendapatkan “pelajaran hidup” sebagai gantinya, sebagai bekal untuk “kesuksesan” yang akan diraihnya kelak.
Tiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk meraih berbagai hal, untuk mengembangkan dirinya. Tidak peduli bagaimanapun kondisi awal dirinya. Asalkan apa yang kita pilih, memang sesuai dengan tujuan kita, dan apa yang kita lakukan memang sesuai dengan tujuan dan pilihan kita. Jika yang kita pilih itu positif, ya akan mengarah pada hal yang positif, jika negatif ya akan mengarah kepada hal yang negatif pula.
Justru, saat Tuhan menciptakan semua dalam keadaan sama rata, tidak akan dunia yang sesempurna dan seluar biasa ini untuk ditinggali. Kita tidak seharusnya menyalahkan keadaan atas segala yang terjadi, tapi seharusnya, kitalah yang mengubahnya. Kita lah yang dititipkan kemampuan untuk itu, oleh Tuhan. Yang diberi tanggung jawab untuk mengubahnya bukan Tuhan, tetapi kita. Kita semua, bersama, sebagai manusia. Bukan sebagai satu suku, agama, ras, atau yang lainnya.Tetapi sebagai manusia.
Seperti halnya manusia yang merupakan makhluk sosial, begitu pula dengan sunnatullah antar manusia akan saling berhubungan, dan membawa pada konsekuensi tersendiri.
Jangan pernah menyalahkan kehidupan atas apa yang telah terjadi. Kita manusia, yang diberkahi dengan “perlengkapan canggih” untuk “mengupgrade” kehidupan. Jika seandainya terdapat sesuatu yang tidak seharusnya, itu berarti adalah kesempatan kita untuk mengubahnya. Merupakan keputusan kita, untuk menjadikan kehidupan kita bahagia atau bukan. Merupakan keputusan kita, untuk menjalankan sunnatullahNya atau tidak. Kita gak akan rugi sama sekali dengan menjalankannya, justru banyak untung yang akan kita dapatkan.
“Tuhan gak akan mengubah nasib suatu kaum, sampai kaum itu mengubahnya sendiri” => Tuhan sudah memberikan bekal freewill, dan berbagai hal lain (yang gak bisa terhitung jumlahnya) pada kita untuk melakukannya. Masihkah kita merasa itu gak adil? Masihkah kita bermanja pada Tuhan kita, dan protes sana-sini? Tuhan pun menciptakan kita, bukan agar kita jadi seenaknya sendiri. Akan selalu ada akibat karena ada sebab, itu yang “diajarkan” Tuhan pada kita, melalui sunnatullah-sunnatullahNya. Agar kita selalu belajar dan belajar menjadi lebih baik.
>>jangan selalu merasa, ketika Tuhan menimpakan himpitan besar pada kita, Dia 'hanya' ingin menguji kesetiaan kita, dengan seolah2 meninggalkan kita. Bukan Tuhan yang menjauhi kita, Dia justru memberi kita kesempatan untuk kembali ke dekapanNya. Kita yang selama ini mungkin lupa untuk senantiasa mendekatiNya. Lupa kepada siapa seharusnya menyandarkan segala sesuatuNya.
Allah begitu sayang pada kita...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar